WahanaNews.co, Lombok Tengah - Muhammad Khuwailid, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nusa Tenggara Barat, menghadapi situasi jadi 'korban' pengusiran beberapa saksi peserta pemilu saat rapat pleno tingkat kabupaten di Lombok Tengah pada Sabtu (2/3/2024) lalu.
Salah satu saksi dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Tajir Syahroni, menyatakan bahwa tindakan mengusir Ketua KPU NTB tersebut dilakukan karena dianggap tidak memiliki kepentingan yang relevan dalam rapat pleno tersebut.
Baca Juga:
Mahkamah Agung Kabulkan Gugatan Abdul Faris Umlati, ARUS Terus Melaju
"Iya tadi kita usir ketua KPU, siapa-siapa yang macem-macem kita usir, karena tidak ada kepentingan. Dia (Khuwailid) datang-datang jelaskan PKPU (peraturan KPU)," kata Tajir, melansir Kompas, Senin (4/2/2024).
Tajir mengatakan, pleno di Kabupaten Lombok Tengah sempat beberapa kali diskors karena masih banyak kotak surat suara belum terkumpul di lokasi pleno kabupaten.
Menurutnya, rapat pleno di kabupaten dapat dilakukan jika kotak suara dan anggota panitia pemilihan kecamatan (PPK) semuanya hadir sebagaimana PKPU Nomor 15 tahun 2023.
Baca Juga:
Debat Terakhir Pilgub Sultra 2024 Fokus pada Isu Lingkungan
"Baru ada 3 kotak suara terkumpul terus mereka mau hitung pleno. Saya bilang nggak bisa, PKPU nomor 15 itu harus lengkap dulu surat suara semua kecamatan, semua PPK-nya harus hadir. Mereka KPU mau coba-coba buka kotak dari Kecamatan Praya," kata Tajir.
Disampaikan Tajir, saat itu Khuwailid hadir di tengah rapat pleno dengan menjelaskan agar rapat pleno dapat dijalankan dengan mengacu pada surat dinas KPU RI.
"Tiba-tiba Khuwailid ini datang sok mau jadi tokoh, ceramah-ceramah. Dikira kita tidak tahu aturan," kata Tajir.
Sementara itu Ketua Komisioner KPU NTB Khuwailid menjelaskan, kehadiran dirinya dalam rapat pleno tersebut sebagai bentuk supervisi terhadap jajaran KPU di bawahnya.
Diterangkan Khuwailid, jalannya pleno di Kabupaten Lombok Tengah sempat tertunda-tuda melihat sejumlah PPK masih ada yang belum selesai di tingkat kecamatan.
Sementara dalam PKPU 15 bahwa rapat pleno dapat terlaksana jika semua PPK telah selesai melakukan rapat pleno.
Melihat dinamika pleno, saat itu dirinya menyampaikan soal surat Dinas dari KPU RI untuk memberikan pemahaman bahwa pleno dapat dilakukan meski pleno kecamatan belum usai.
"Inti dari surat dinas itu sebetulnya membolehkan pleno di tingkat kabupaten sebelum seluruh rekapitulasi di tingkat kecamatan selesai, dan itu yang saya jelaskan tadi," kata Khuwailid.
Khuwailid menyampaikan bahwa para saksi peserta pemilu menunjukkan ketidaksetujuan mereka hingga meminta agar ia meninggalkan ruangan.
"Mereka beranggapan bahwa saya tidak memiliki kewenangan di situ dan menyebut adanya kepentingan pribadi saya," ujar Khuwailid.
Menurutnya, tindakan yang diambil merupakan upaya mitigasi untuk memastikan bahwa rapat pleno tingkat kabupaten dapat berlangsung sesuai jadwal yang telah ditentukan hingga tanggal 5 Maret mendatang.
"Surat Dinas itu sebagai respons situasi. Nah, kita sebagai KPU Provinsi, KPU kabupaten harus mitigasi kemungkinan, misalnya deadlock. Kan, kita tahu rapat pleno di Kabupaten harus selesai 5 Maret ini," kata Khuwailid.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]