WahanaNews.co | Pengamat Pendidikan Institut Transportasi dan Logistik Trisakti, Rully Indrawan menilai kasus siswi yang dipaksa berhijab di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, seharusnya tidak perlu diperdebatkan.
Selama seragam memenuhi tiga fungsi maka seharusnya tak menjadi masalah.
Baca Juga:
Polda DIY Bantah Lindungi Bandar, Ungkap Modus Judi Online Rugikan Sistem
"Sebaiknya dalam urusan seragam selama memenuhi tiga fungsi yakni pertama identitas komunitas pelajar, kedua pendidikan disiplin dan cohesiveness, dan ketiga adalah standar etik maka sebetulnya tak ada masalah," ujarnya saat dihubungi Republika, Rabu (3/8/2022).
Kendati demikian, ia mengakui memang ada kekhasan tertentu di sekolah, baik negeri atau swasta yang memiliki muatan lain kemudian menambah dari seragam yang sudah ditentukan.
Ia menilai sebaiknya kebijakan ini tidak perlu diperdebatkan karena setiap lembaga pendidikan memiliki kekhasan yang tak melanggar tiga fungsi ini.
Baca Juga:
Kisah Pilu Mbah Tupon di Bantul, Lansia Buta Huruf Jadi Korban Mafia Tanah
"Jadi, mau (memakai) rok di bawah lutut atau berhijab, itu sesuai dengan standar etik. Selama esensinya adalah menjaga etika karakter siswa yang semakin baik, kenapa dipermasalahkan," kata Rully.
Lebih lanjut ia menegaskan, seorang siswi berjilbab atau tidak tak menambah keimanannya. Ia menyontohkan ada kasus non-Muslim berhijab namun tidak membuat keluar dari agama.
Sebenarnya jika ditelusuri, ia menilai justru tahun 1970-an yang memakai hijab adalah biarawati yang menggunakan warna abu-abu. Kemudian, hijab mulai berkembang di Tanah Air sekitar 1980-an yang dipengaruhi di Bandung, Jawa Barat.