WAHANANEWS.CO, Denpasar - Setelah beberapa kali memberikan peringatan terkait polusi plastik, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali akhirnya mengambil langkah baru dengan merilis Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2025.
Surat edaran tersebut mengatur implementasi Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 yang berkaitan dengan pembatasan penggunaan sampah plastik sekali pakai.
Baca Juga:
Ada 296 Hotel Bintang Lima di Tanah Air, Bali Terbanyak Diikuti Jakarta
Mulai 3 Februari 2025, Pemprov Bali akan melarang penggunaan air minum dalam kemasan plastik di seluruh instansi pemerintah dan sekolah.
Sebagai gantinya, setiap pihak diharuskan membawa botol minuman pribadi, dengan rekomendasi penggunaan botol berbahan stainless steel atau plastik bebas BPA.
Dalam Surat Edaran tersebut, pemerintah juga melarang penyediaan air minum dalam kemasan plastik dan makanan dalam kemasan plastik di instansi-instansi terkait.
Baca Juga:
Turis China Jadi Korban Pelecehan di Bali, Nama Pulau Dewata Tercemar
Sekretaris Daerah Bali, Dewa Made Indra, menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memastikan perangkat daerah, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), serta sekolah-sekolah di Bali benar-benar mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.
Dewa Indra juga menekankan bahwa kebijakan ini berlaku bagi seluruh peserta pendidikan dan pelatihan (diklat) di lingkungan Pemprov Bali, termasuk yang berasal dari luar instansi Pemprov. Seluruh peserta diklat diwajibkan membawa tumbler pribadi untuk memenuhi kebutuhan minum mereka.
Pemerintah juga meminta kepala sekolah dan guru untuk menjadi contoh bagi siswa-siswinya dalam hal penggunaan botol minum guna mengurangi sampah plastik yang berasal dari kemasan makanan dan minuman.
Pemprov Bali telah menginstruksikan seluruh pimpinan perangkat daerah, BUMD, dan kepala sekolah untuk mengawasi penerapan kebijakan ini.
"Kami berharap kebijakan ini dapat dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab oleh semua pihak demi mewujudkan Bali yang lebih hijau dan berkelanjutan," ungkap Dewa Indra.
Selain itu, masalah sampah plastik juga terus menjadi perhatian, terutama di Pantai Kedonganan, Jimbaran.
Dalam sebuah aksi pembersihan yang melibatkan 2.989 relawan, lebih dari 66 ton sampah plastik berhasil diangkut dari pantai tersebut.
Dua penyu laut ditemukan terperangkap dalam limbah plastik, menyoroti dampak buruk polusi plastik terhadap kehidupan laut.
Fenomena pencemaran plastik yang terjadi di Bali ini semakin memburuk setiap tahunnya, mengundang kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap ekosistem laut dan masyarakat pesisir.
Hal ini juga mengingatkan bahwa masalah sampah plastik bukan hanya masalah lokal, tetapi krisis yang berdampak pada seluruh Indonesia.
Baru-baru ini, Bali pun tercatat dalam daftar destinasi wisata yang dinilai kurang layak dikunjungi pada tahun 2025 oleh publikasi panduan perjalanan, Fodor.
Salah satu alasan utamanya adalah masalah sampah yang belum terselesaikan, serta dampak pariwisata yang berlebihan terhadap infrastruktur dan lingkungan alam Bali.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]