Gejala yang dialami korban pun sesuai dengan ciri keracunan nitrit, seperti mual, muntah, dan nyeri lambung sebanyak 36 persen, pusing akibat pelebaran pembuluh darah sebanyak 29 persen, hingga lemas dan sesak napas karena terganggunya penyaluran oksigen dalam darah.
Menariknya, gejala diare yang biasanya dominan dalam kasus keracunan makanan justru hanya muncul pada 3 persen korban.
Baca Juga:
Puluhan Pelajar Keracunan MBG, Gubernur Sumbar Hentikan Dapur SPPG di Agam
Tim investigasi juga menegaskan tidak ditemukan bakteri berbahaya penyebab keracunan makanan, seperti Escherichia coli, Staphylococcus aureus, maupun Bacillus cereus, serta tidak ada racun lain seperti sianida, arsen, logam berat, atau pestisida.
Karimah menambahkan bahwa efek nitrit tidak sama pada setiap orang, karena zat tersebut bisa tersebar tidak merata dalam makanan, sehingga anak dengan daya tahan tubuh kuat mampu mendetoksifikasi lebih cepat, sementara yang rentan bisa mengalami gejala berat.
Tingginya jumlah korban, kata Karimah, dipengaruhi adanya imbauan agar semua penerima program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang merasa sakit segera datang ke puskesmas atau RSUD untuk mendapatkan pemeriksaan gratis, sehingga tidak semua yang tercatat benar-benar mengalami keracunan serius.
Baca Juga:
Keracunan Massal MBG, BPOM Temukan 13 Kelalaian Fatal di SPPG
Dari total 1.315 pasien, hanya 7 persen yang harus dirawat inap, sementara 93 persen lainnya cukup diberi obat ringan dan langsung pulang.
Obat yang diberikan di antaranya parasetamol, ondansetron untuk muntah, dan omeprazole untuk nyeri lambung, sedangkan pasien rawat inap sebagian mendapat cairan infus dan obat tambahan.
Tercatat tidak ada pasien yang membutuhkan obat antikejang, sebab gejala seperti kejang pada sebagian siswa sebenarnya hanyalah kram akibat nyeri lambung.