Mikroplastik telah ditemukan di puncak Everest hingga palung terdalam samudera, dari air hujan hingga plasenta manusia.
Kita telah menciptakan epidemi global dengan konsekuensi jangka panjang yang belum sepenuhnya kita pahami.
Baca Juga:
Hari Bumi ke-55: Seruan Global untuk Energi Bersih dan Aksi Iklim
Fakta ini merupakan krisis eksistensial yang telah melewati estetika dan kenyaman.
BMKG melaporkan peningkatan suhu rata-rata global yang terus terjadi, permukaan laut naik 3,7 cm dalam tiga dekade terakhir, dan setiap menit kita kehilangan hutan tropis seluas 10 lapangan sepak bola.
Plastik, dengan siklus hidupnya yang bergantung pada bahan bakar fosil, adalah faktor signifikan dalam perubahan iklim ini.
Baca Juga:
Momen Hari Bumi, PLN Tegaskan Komitmen Bisnis Berkelanjutan
Mari jujur pada diri sendiri: program daur ulang dan kampanye "bawa tas belanja sendiri" saja tidak akan menyelamatkan kita. Ini seperti mencoba menguras air banjir dengan sendok teh.
Sementara korporasi terus memproduksi plastik sekali pakai dalam skala industrial, sedangkan tanggung jawabnya dibebankan pada konsumen secara individual.
Efektifitas modifikasi perilaku konsumen sudah tak optimal. Secara faktual, penanganan efek negatif plastik membutuhkan transformasi sistemik.