Artinya, konsumen hari ini sering kali tidak kalah karena kurang pengetahuan, melainkan karena berhadapan dengan sistem pasar yang tidak dirancang untuk adil. Dalam ekonomi digital, ketimpangan informasi berubah menjadi ketimpangan kekuasaan.
Algoritma, syarat dan ketentuan yang rumit, serta mekanisme pengaduan yang berlapis membuat posisi konsumen tetap rentan, bahkan ketika mereka sudah kritis.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Dorong Penggunaan Energi Terbarukan di Kota-kota Besar Demi Kesehatan Konsumen dan Lingkungan
Di sinilah perlindungan konsumen diuji sebagai kebijakan publik. Literasi yang terus didorong tanpa diiringi pembenahan struktural justru berpotensi melahirkan kelelahan sosial.
Konsumen tahu haknya, berani mengeluh, tetapi berulang kali menemui jalan buntu. Keadilan yang lambat atau tidak pasti pada akhirnya sama dengan ketidakadilan itu sendiri.
Pernyataan Ketua BPKN RI bahwa meningkatnya pengaduan merupakan sinyal positif sekaligus peringatan patut dibaca secara mendalam. Secara faktual, ini bukan peringatan akan maraknya pelanggaran semata, melainkan peringatan bahwa ekspektasi publik terhadap negara semakin tinggi. Konsumen tidak lagi puas dengan imbauan kehati-hatian; mereka menuntut kehadiran negara yang lebih konkret dan efektif.
Baca Juga:
Sambut Nataru, PLN dan Mitra Siapkan 4.514 SPKLU di 2.862 Titik serta 69.000 Personel di 3.392 Posko Nasional, ALPERKLINAS: Mobil Listrik Aman Dibawa Mudik
Langkah-langkah strategis BPKN sepanjang 2025, mulai dari penguatan analisis pengaduan, advokasi kasus prioritas, hingga rekomendasi kebijakan langsung kepada Presiden, menunjukkan arah yang tepat.
Namun, tantangan yang diakui BPKN sendiri menegaskan bahwa kerja besar masih menanti: regulasi yang belum adaptif, penegakan hukum yang belum konsisten, transaksi lintas negara yang sulit dijangkau, serta belum terintegrasinya sistem pengaduan nasional.
Tanpa pembenahan komprehensif, konsumen kritis akan tetap berada di ruang abu-abu: sadar hak, tetapi belum sepenuhnya terlindungi. Karena itu, Agenda Strategis 2026 -- termasuk percepatan RUU Perlindungan Konsumen, penguatan kelembagaan BPKN, dan pengawasan praktik digital -- harus dipandang sebagai fondasi keadilan pasar, bukan sekadar agenda administratif.