Dr. Herdi Sahrasad dosen Magister Ilmu Agama Islam Universitas Paramadina, melihat masih ada beberapa aksi intoleransi yang terjadi di Indonesia.
"Ada berbagai faktor, dan tidak ada sebab yang tunggal. Selalu berkaitan dengan faktor sosial keagamaan dan ekonomi politik, ke depan harus membangun nilai-nilai etik disaat moral etik politikus saat ini sudah bangkrut dengan keadaan demokrasi yang defisit, demokrasi mengalami kemunduran yang disebabkan faktor akhlak" kata Herdi.
Baca Juga:
The Lead Institute Universitas Paramadina Gelar Diskusi Kepemimpinan Profetik dan Pilkada 2024
Dr. M. Subhi Ibrahim, Kaprodi Magister Ilmu Agama Islam Universitas Paramadina), mengungkapkan bahwa bukan hanya aktivitas ibadah, tetapi juga ada pembubaran aktivitas pendidikan Kristen ada di Binjai, Pekanbaru, Bireun dan beberapa wilayah lain.
Mengutip Setara Institute, pelajar intoleransi aktif di Sekolah Menengah Atas meningkat. Survey Januari-Maret, di 5 kota (Bandung, Bogor, Surabaya, Surakarta, dan Padang).
"Hasilnya 5,6 persen intoleran aktif. 0,5 persen terpapar. 99, 6 persen menerima perbedaan keyakinan. Bila ada penghinaan agama, 20, 2 persen tak bisa tahan untuk melakukan kekerasan. 61,1 persen lebih nyaman jika siswi muslim berjilbab. 56,3 persen mendukung penerapan syariat Islam. 83,3 persen menilai Pancasila bukan ideologi negara yang permanen, bisa diganti. 33 persen setuju bela agama, bahkan jika sampai harus mati pun" kata Subhi.
Baca Juga:
Universitas Paramadina Dorong Literasi Investasi Reksa Dana di Kalangan Mahasiswa
Menurutnya minoritas mengalah, mengikuti tekanan mayoritas tidak menyelesaikan masalah. Hak-hak tak terpenuhi, keadilan terabaikan. Idealnya, semua tegak lurus pada konstitusi.
"Negara menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan. Menghindari konflik, menjaga stabilitas jadi argumen justifikasi. Kekhawatiran berlebihan pada semacam "politik identitas" membuat aparat, pemerintah tak berani, canggung mengambil tindakan presisi. Padahal penegakan hukum sangat penting untuk membuat efek jera pada pelaku" lanjut Subhi.
Ihsan Ali Fauzi Direktur PUSAD Universitas Paramadina, yang memfokuskan pada advokasi kebebasan dalam berkeyakinan atau beragama (KBB) menyatakan "Naik turunnya KBB di berbagai wilayah di Indonesia sehingga menyebabkan kekerasan. Banyak konflik terkait dengan penodaan agama, hal ini tentu menghambat penghormatan dalam KBB. Sebagian pegiat KBB mendapatkan pesan bahwa advokasi mereka berjalan di tempat, dan dituduh sebagai antek asing."