WAHANANEW.CO, Jakarta – Hukuman tidak selalu membuahkan hasil. Murid masih bisa terus mengulangi kesalahan yang sama dan hubungan antara guru serta murid menjadi berjarak.
Ada banyak tantangan yang dihadapi oleh para guru. Salah satunya adalah menghadapi murid yang tidak disiplin.
Baca Juga:
Guru PNS Tidak Boleh Minta THR ke Murid
Salah satu yang pernah mengalaminya adalah Juliawati, guru SD Negeri 08 Sanggau, Kalimantan Barat.
Ia mengalami murid yang tidak mengerjakan tugas tepat waktu, bercanda dengan teman ketika pelajaran berlangsung, hingga bermain fisik yang berlebihan seperti saling mendorong atau memukul.
Konsep Disiplin Positif
Baca Juga:
Cabuli Belasan Muridnya, Guru Ngaji di Semarang Ditangkap Polisi
Juliawati mengaku sebelumnya menggunakan hukuman fisik untuk menghentikan berbagai ketidakdisiplinan tersebut. Hukuman yang kerap ia terapkan adalah meminta murid berdiri di depan kelas, membersihkan WC, serta memungut sampah di luar kelas.
Kendati demikian, perilaku siswanya tidak berubah menjadi lebih baik. Juliawati justru merasakan banyak dampak negatif.
"Apa yang saya lakukan ternyata malah menimbulkan trauma ke murid, menurunkan rasa percaya diri, dan menghambat hubungan baik antara guru dan murid," kata dia, dikutip melalui keterangan resmi Yayasan Guru Belajar pada Senin (10/2/2025).
"Ada murid saya takut, terlihat gemetar ketika diajak bicara, terutama jika topiknya menyangkut kesalahan yang mereka lakukan. Dari ekspresi terlihat cemas, tegang, bahkan ada yang menangis duluan sebelum ditanya lebih lanjut," lanjutnya.
Kesulitan tersebut membuat Juliawati berefleksi bersama para rekan guru di sekolahnya hingga kemudian menemukan konsep disiplin positif. Konsep disiplin positif adalah pendekatan untuk menumbuhkan kedisiplinan karena kesadaran atas refleksi dan konsekuensi.
Cara Mendisiplinkan Tanpa Hukuman
Juliawati merasakan perbedaan pada murid-muridnya sejak menggunakan pendekatan disiplin positif untuk murid-muridnya.
Inilah beberapa aktivitas yang dilakukan Juliawati untuk menanamkan disiplin kepada murid:
1. Membuat Kesepakatan Kelas Bersama
Kesepakatan kelas sepenuhnya melibatkan murid. Mereka mengajukan apa saja yang perlu disepakati untuk mencapai tujuan bersama dan konsekuensi apabila tidak dilakukan.
"Tugas guru sebagai fasilitator. Murid nggak hanya tahu kenapa perlu disiplin terhadap sesuatu tapi juga dilibatkan untuk berpikir apa saja yang perlu dilakukan agar hal tersebut tercapai. Murid merasa memiliki tanggung jawab bersama karena ikut merancang," kata Juliawati.
Murid-murid Juliawati lalu membuat poster sederhana yang berisi poin kesepakatan konsekuensi dan ditempel di dinding kelas. Kesepakatan ini yang kemudian akan direfleksikan minimal sebulan sekali.
2. Melontarkan Pujian dan Penguatan Positif
Ketika ada muridnya yang berperilaku baik seperti datang tepat waktu, membantu temannya, atau menyelesaikan tugasnya, maka Juliawati akan langsung mengapresiasi.
"Biasanya saya langsung mengatakan, 'Ibu senang sekali hari ini kamu tepat mengumpulkan tugas'. Saya juga menggunakan stempel atau stiker untuk menghargai konsistensi perilaku baik murid," ujarnya.
3. Pagi Hari Diawali dengan Cerita Hati
Setiap pagi sebelum belajar, Juliawati melakukan yang ia sebut sebagai "check-in emosional". Muridnya akan berbagi perasaan menggunakan skala 1-5 atau gambar emoji. Kesadaran emosional yang baik disebut akan mendukung murid lebih disiplin lagi.
"Saya juga membantu murid memahami apa yang mereka rasakan ketika patuh maupun melanggar kesepakatan. Misalnya saya tanya, bagaimana perasaanmu setelah melakukan ini? Kalau melanggar, apa yang bisa kita lakukan bersama agar ini tidak terjadi lagi?" terangnya.
Perubahan Juliawati dalam menghadapi tantangan di kelas mengantarkan dirinya sebagai salah satu penerima Ki Hajar Dewantara Award dari Guru Belajar Foundation dalam Puncak Temu Pendidik Nusantara XI akhir tahun lalu.
Penghargaan tersebut diberikan kepada individu yang memilih menjadi guru dengan penuh kesungguhan menerapkan pembelajaran yang berpihak kepada anak.
[Redaktur: Alpredo Gultom]