WAHANANEWS.CO - Sebuah video yang menunjukkan kondisi bangunan SDN 408 Ongkoe di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, viral di media sosial.
Bangunan sekolah tersebut mendapat sorotan publik karena menyerupai bedeng atau kandang ternak, dengan kondisi sangat memprihatinkan.
Baca Juga:
Sekolah Rakyat Hadir di Sulsel, Gus Ipul Akan Lapor Presiden
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Wajo, Alamsyah, membenarkan keberadaan sekolah tersebut.
Ia menjelaskan bahwa bangunan itu sebenarnya merupakan sekolah darurat yang dibangun sejak 15 tahun lalu, dan hingga kini masih digunakan.
“Sekolah ini adalah kelas jauh dari sekolah induknya. Bangunannya dibuat atas inisiatif kepala sekolah terdahulu karena berada lebih dekat dengan pemukiman warga di perbatasan Wajo dan Sidrap,” ujar Alamsyah saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (22/5/2025).
Baca Juga:
Pacu Digitalisasi, Prabowo Janji Bagikan Televisi ke Sekolah: Diutamakan Daerah 3T
Sekolah darurat tersebut berdiri di atas tanah milik pribadi kepala sekolah dan hanya memiliki tiga ruang kelas yang digunakan untuk semua jenjang dari kelas 1 hingga 6.
Meskipun demikian, total jumlah murid hanya sekitar 25 orang, dengan 23 siswa berasal dari Kabupaten Sidrap, dan hanya dua dari Wajo.
“Kelasnya hanya tiga karena jumlah siswanya sedikit, jadi ruang itu cukup digunakan untuk seluruh jenjang. Warga Sidrap lebih memilih sekolah ini karena jaraknya dekat, bisa dijangkau dengan jalan kaki,” jelasnya.
Kondisi bangunan sangat sederhana. Terbuat dari papan kayu, dengan dinding yang tidak rapat, serta tidak memiliki lantai, hanya tanah gundukan sebagai alas.
Cahaya matahari dapat langsung masuk ke ruang kelas karena celah-celah papan yang renggang. Fasilitas belajar pun sangat terbatas.
Terkait viralnya video tersebut, Dinas Pendidikan langsung turun ke lokasi untuk memverifikasi situasi.
Alamsyah menyebut, upaya pembangunan sekolah permanen terkendala oleh persyaratan jumlah siswa minimum, yakni 60 murid.
“Karena jumlah siswa tidak mencukupi, kami telah menyepakati solusi bersama DPRD bahwa siswa akan dikembalikan ke sekolah induk. Untuk yang jaraknya jauh, akan kami bantu dengan sepeda agar tetap bisa bersekolah,” tambahnya.
Meskipun bangunan sekolah sudah digunakan selama lebih dari satu dekade, belum ada infrastruktur permanen yang dibangun hingga saat ini.
Kasus ini pun memicu perbincangan publik soal ketimpangan pendidikan di daerah terpencil.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]