WAHANANEWS.CO - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) membantah tuduhan kartel dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait penetapan suku bunga pinjaman online (pinjol) sebesar 0,8 persen.
Sekretaris Jenderal AFPI, Ronald Andi Kasim, menjelaskan bahwa angka tersebut bukan harga tetap, melainkan batas atas yang ditetapkan untuk membedakan pinjol legal dari praktik ilegal yang kerap mematok bunga sangat tinggi.
Baca Juga:
OJK Perketat Syarat Pinjol: Minimal Penghasilan Rp 3 Juta dan Usia 18 Tahun
"Jadi mungkin teman-teman di KPPU mengetahui bahwa di industri di kita ini ada ya tadi batas atas atau maksimum suku bunga. Nah, mungkin teman-teman KPPU itu melihat ini jangan-jangan ini kesepakatan dari pelakunya nih," kata Ronald dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Rabu (14/5/2025).
Ronald menegaskan, batas atas bunga pinjol itu ditetapkan atas sepengetahuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bahkan, lanjutnya, pada 2021 OJK meminta batas itu diturunkan menjadi 0,4 persen, dan kemudian menjadi 0,3 persen berdasarkan SEOJK Nomor 19 Tahun 2023 setelah Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK) disahkan.
"Ternyata kan tidak seperti itu, yang terjadi itu adalah arahan dari OJK pada saat itu. Jadi itu mungkin singkatnya pasal 5 (aturan KPPU) antimonopoli tersebut," ujar Ronald.
Baca Juga:
OJK Tetapkan Bunga Harian Baru untuk Pinjaman Online, Begini Rinciannya
Menurut Ronald, seluruh anggota AFPI mengikuti batasan yang ditetapkan OJK, bukan karena kesepakatan antarperusahaan. Ia menegaskan AFPI memahami larangan price fixing dari KPPU dan tidak pernah melakukan pelanggaran tersebut.
Sebelumnya, KPPU menuding 97 perusahaan anggota AFPI bersekongkol menetapkan bunga pinjaman seragam 0,8 persen dan tengah menyiapkan proses sidang atas dugaan kartel tersebut.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]