Dengan demikian, menurut Bhima, baik pelaku UMKM maupun konsumen sudah cukup nyaman bertransaksi menggunakan QRIS.
"Hadirnya MDR 0,3 persen ke pelaku usaha maka dampaknya tentu cenderung negatif," ujarnya.
Baca Juga:
Bank Indonesia Aceh Luncurkan Modul Dakwah untuk Akselerasi Digitalisasi Pembayaran QRIS
"Timing-nya (pengaturan waktunya) juga tidak tepat karena tekanan ekonomi bagi pelaku usaha kecil masih berlanjut meski pandemi reda," lanjut Bhima.
Larangan membebani konsumen
Pihak tersebut menyatakan bahwa larangan dari Bank Indonesia untuk tidak membebankan tarif 0,3 persen kepada konsumen terlihat tidak masuk akal. Hal ini disebabkan oleh sulitnya melakukan pengawasan di lapangan.
Baca Juga:
Fenomena Kelas Menengah RI Hidupnya Makin Susah, Ini Buktinya
Oleh karena itu, dalam kondisi tersebut, pelaku usaha akan memiliki dua opsi. Opsi pertama adalah menaikkan harga jual barang untuk mengkompensasi tarif baru tersebut.
Sedangkan opsi kedua, pelaku usaha UMKM akan meminta konsumen untuk menggunakan metode transaksi lain seperti uang tunai atau cash.
"Kalau sampai kembali lagi ke uang tunai maka upaya mendorong cashless (tanpa uang tunai) menjadi mundur ke belakang," kata Bhima.