WAHANANEWS.CO - Lembaga Riset Ekonomi Makro ASEAN+3 atau AMRO memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 hanya akan mencapai 5%, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,2% dan masih di bawah target pemerintah.
Proyeksi ini tercantum dalam laporan Asean+3 Regional Economic Outlook (AREO) 2025, yang membahas daya tahan kawasan ASEAN terhadap tekanan global, termasuk dampak kebijakan perdagangan yang semakin ketat.
Baca Juga:
Pemerintah Perkuat Ekonomi dan Sosial melalui Sektor Pariwisata
Kepala Ekonom AMRO, Hoe Ee Khor, menyatakan bahwa kebijakan tarif balasan dari Presiden AS Donald Trump menambah kerumitan dalam prospek ekonomi regional. "Meski demikian, ekonomi ASEAN+3 saat ini lebih tangguh dan terdiversifikasi dibandingkan saat terjadi guncangan global sebelumnya, serta lebih siap dalam menghadapi guncangan tarif yang sedang berlangsung," ungkap Khor dalam keterangan tertulis, Rabu (16/4/2025).
Laporan juga menyoroti bahwa perekonomian Indonesia tetap mencatatkan pertumbuhan di tengah tekanan global, dengan dukungan dari konsumsi rumah tangga yang kuat, belanja pemerintah, serta investasi yang meningkat.
Ekspor Indonesia menunjukkan pemulihan secara perlahan, terutama ekspor barang manufaktur ke Amerika Serikat, ASEAN, dan Eropa. Namun, ekspor komoditas diprediksi melemah karena penurunan permintaan dari China dan produksi domestik yang menurun.
Baca Juga:
Perkuat Aksi Iklim, ASEAN Luncurkan Rencana Pembiayaan Hijau 2025–2028
Dalam jangka pendek, Indonesia dinilai rentan terhadap faktor eksternal seperti ketidakpastian ekonomi global dan meningkatnya tensi dagang, khususnya antara AS dan China. Hal ini bisa memengaruhi pemulihan ekspor serta pertumbuhan ekonomi nasional.
"Indonesia menghadapi tantangan dalam mencapai status berpendapatan tinggi, pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi telah stabil pada angka 5%, stabil tetapi masih di bawah target 7% untuk mencapai status negara berpendapatan tinggi pada 2045," ujar Khor.
Secara umum, kawasan ASEAN+3 diperkirakan tumbuh lebih dari 4% pada 2025 dan 2026. Namun, kebijakan tarif dari AS dinilai berisiko menekan pertumbuhan hingga di bawah 4% pada 2025 dan berpotensi turun ke 3,4% pada 2026.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]