Menanggapi hal tersebut, Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Harianto, mengatakan alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian merupakan ancaman nyata bagi ketahanan pangan dan susutnya lahan pertanian di Indonesia.
"Alih fungsi lahan pangan menjadi non-pertanian tentunya ancaman nyata bagi ketahanan pangan pada saat daya beli dan kemampuan impor pangan rendah, terutama alih fungsi lahan pangan di Jawa," kata Harianto kepada media, Jumat (27/10/2022).
Baca Juga:
Pemkab Tangerang Dukung Pengembangan Budidaya Hidroponik untuk Ketahanan Pangan Daerah
Selanjutnya kata, Harianto, sebagai sumber penyebab utama alih fungsi lahan tersebut adalah faktor bisnis, dimana lebih menguntungkan bisnis non pertanian dibandingkan pertanian.
"Penyebab utama tentunya adalah penggunaan lahan untuk non-pertanian secara bisnis lebih menguntungkan daripada untuk menanam tanaman pangan," tegasnya.
Kendati demikian, lanjut Prof. Harianto, untuk solusi agar lahan pertanian tetap terjaga ialah membuat alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian sulit dan mahal atau biaya tinggi.
Baca Juga:
Kasus TPPU Duta Palma, Kejagung Kembali Sita Rp372 Miliar
"Solusi tentunya adalah bagaimana membuat alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian menjadi sulit dan mahal," katanya.
Selain itu, Harianto juga menyarankan bagi pemerintah tetap menjadikan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagai upaya agar lahan pertanian tetap terjaga dan tidak berkurang.
"Indonesia memiliki Undang-undang tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan peraturan ini tentunya perlu menjadi landasan bagi berbagai program pembangunan yang memerlukan tanah. (Dimana) tanah tersebut ternyata telah dialokasikan untuk pertanian," tutupnya.