Bahlil mencontohkan soal pengamat yang mengatakan harga nikel Indonesia tidak sampai US$80, sehingga membuat Indonesia rugi. Ia mempertanyakan bagaimana ekonom tersebut menghitungnya.
"Macam mana cara hitungnya? Pajak ekspor kan 10-15 persen, biaya logistik pengiriman US$12, logistik penguatan berapa? Kalau dihitung-hitung US$70-US$75. Masa orang enggak boleh untung US$5-US$10 untuk trading?" kata Bahlil.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menyebut hilirisasi nikel yang dilakukan Presiden Jokowi justru 90 persen keuntungannya dinikmati China.
"Hilirisasi sekadar bijih nikel jadi nickel pig iron (NPI) jadi feronikel lalu 99 persen diekspor ke China. Jadi hilirisasi di Indonesia nyata-nyata mendukung industrialisasi di China. Dari hilirisasi itu, kita hanya dapat 10 persen, 90 persennya ke China," kata Faisal dalam Kajian Tengah Tahun INDEF bertemakan Menolak Kutukan Deindustrialisasi di Jakarta pada Selasa (8/8) lalu.
Dalam raker tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDIP Harris Turino meminta klarifikasi Bahlil soal ucapan pengamat ekonomi yang mengatakan hilirisasi nikel dinikmati negara asing. Ia mengaku tidak punya data dan kapasitas lebih sebagai ahli nikel, sehingga meminta Bahlil merinci.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Harris paham Presiden Jokowi sudah membantah tudingan tersebut. Akan tetapi, ia skeptis soal peningkatan nilai ekspor yang terlihat besar, terlebih karena basis angka awalnya kecil.
"Sebenarnya 'kue madu' yang menikmati itu siapa? Ini tugas Pak Bahlil memastikan bahwa madunya ada di Indonesia," tuntut Harris.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.