WahanaNews.co, Jakarta - Kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani "memberikan oleh-oleh" yang tak terduga.
"Oleh-oleh" itu hasil menghadiri pertemuan dengan negara anggota G20 di Brasil.
Baca Juga:
Wamenkeu Suahasil: Sektor Keuangan Jadi Game Changer Pembangunan Indonesia
Adalah oleh-oleh itu berupa kabar buruk, mengenai kondisi global saat ini. Menurut Sri Mulyani, dalam Pertemuan Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FCMBG) negara anggota G20, kondisi perekonomian dunia yang diprediksi lemah dan tidak baik-baik saja.
"Karena saya baru kembali dari G20, sedikit oleh-oleh untuk Mas AHY," kata Sri Mulyani, dikutip Selasa (12/3/2024).
"Kondisi bahwa perekonomian dunia pada 2024 masih diprediksi lemah dan tidak baik-baik saja. Menurutnya, kondisi itu disebabkan oleh efek pandemi Covid-19 dan ketegangan geopolitik akibat perang," tambahnya.
Baca Juga:
Selenggarakan Forum Bakohumas, Kemenkeu Tekankan Langkah-langkah Pengelolaan Anggaran Jelang Akhir Tahun
Sri Mulyani menuturkan, saat pandemi usai, dunia mengharapkan pemulihan ekonomi global yang kuat dan berkelanjutan.
Namun yang terjadi justru muncul scaring effect yang menyebabkan efek mendalam kepada perekonomian. Akibatnya, pemulihan tidak berjalan secara seimbang.
"Ketika ekonomi dunia mengalami kontraksi diharapkan waktu itu terjadi pemulihan yang kuat dan berkelanjutan, namun karena ada pengaruh scaring effect atau efek mendalam dari ekonomi, pemulihan tidak berjalan secara seimbang," jelasnya.
Mantan pejabat Bank Dunia ini menuturkan, kondisi perekonomian diperparah oleh ketegangan politik akibat perang. Menurut Sri, harga pangan dan energi naik secara signifikan. Kenaikan itu kemudian mendorong inflasi yang tinggi di banyak negara maju.
Sri Mulyani mencontohkan inflasi di negara Eropa yang biasanya 0% kini justru naik. Demikian pula di Jepang yang biasanya mengalami inflasi rendah bahkan deflasi, kini harus berhadapan dengan inflasi yang tinggi.
"Dengan adanya kombinasi kenaikan harga pangan dan energi dan disrupsi rantai pasok, inflasi terjadi di berbagai negara maju," kata Sri Mulyani.
Tak hanya itu, lanjutnya, kenaikan harga-harga itu direspons dengan kenaikan suku bunga oleh bank sentral negara-negara maju. Ia menyebut, kenaikannya tidak kecil, tapi hingga 500 basis poin dan dalam periode yang cukup lama. Kondisi yang kerap disebut higher for longer itu berimbas kepada negara berkembang, seperti Indonesia.
Menurut Sri Mulyani, suku bunga menjadi seperti vacuum cleaner yang menyedot modal-modal asing keluar dari negara berkembang.
"Modal cenderung keluar, karena suku bunga seperti menyedot kapital itu dari negara berkembang dan emerging, ini yang menyebabkan negara berkembang mengalami tekanan mata uang dan banyak yang kondisi fiskalnya tidak sehat," papar Sri.
Sri Mulyani mengatakan, dalam kondisi dunia yang tidak baik-baik saja ini dibutuhkan konsolidasi yang kuat antar Kementerian dan lembaga di dalam negeri. Menurutnya, Kementerian ATR/BPN yang dipimpin AHY dapat mengambil peran yang penting karena berkaitan langsung dengan investasi dan perekonomian.
"Saya yakin ini waktu yang penting untuk konsolidasi, saya diminta memaparkan kondisi perekonomian dan bagaimana APBN dapat mendukung berbagai kebijakan di bidang agraria dan tata ruang yang merupakan salah satu kunci dalam investasi, perekonomian dan keadilan masyarakat," tutur Sri.
Dia pun menyoroti kebijakan Reforma Agraria sebagai salah satu penggerak utama dan upaya pemerintah mengurangi kemiskinan.
"Banyak negara yang pertumbuhannya tinggi tapi memunculkan ketimpangan karena pertumbuhan tinggi itu hanya didorong oleh capital yang besar, sedangkan di Indonesia dijalankan Reforma Agraria.
"Ini akan membuat kita menjadi negara yang tetap tumbuh tinggi, terwujud pemerataan, namun kemiskinan turun," ujarnya, mengutip unggahan akun Instagram resmi Kementerian ATR/BPN..
Bangunkan Aset Tidur
Sebagai informasi, Sri Mulyani menyampaikan kondisi ekonomi global tersebut saat memberikan pemaparan di acara Rapat Kerja Nasional Kementerian ATR/BPN 2024 di Jakarta, Kamis (7/3/2024) lalu.
"Kita harus membangunkan (aset yang tidur, red) dan make sure bahwa aset terutama tanah merupakan aset yang penting di dalam mendorong kegiatan investasi," tambahnya.
Disebutkan, Sri Mulyani mengapresiasi peran penting Kementerian ATR/ BPN. Termasuk, keberhasilan ATR/BPN meraup PNBP sebesar Ro2 triliun.
"Untuk mencapai Indonesia Maju di tahun 2045 tidak mungkin tanpa adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas," cetusnya.
"Sementara, pertumbuhan ekonomi yang tinggi membutuhkan produktivitas. Artinya aset berupa lahan di Indonesia juga harus produktif," pungkas Sri Mulyani.
[Redaktur: Alpredo Gultom]