WahanaNews.co, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mendesak pemerintah fokus menyelesaikan permasalahan utama yang menjadi penyebab gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga penutupan pabrik tekstil di dalam negeri.
Dia menyoroti sikap pemerintah yang justru memicu seteru terkait terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8/2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Baca Juga:
Impor Tekstil Ilegal Buat Negara Kehilangan Pendapatan Rp6,2 Triliun Setiap Tahun
Redma lalu mengingatkan pemerintah agar segera menangani serbuan barang impor murah yang kian merangsek pasar dalam negeri.
Dia pun mengungkapkan modus-modus curang yang dilakukan, hingga menyebabkan barang-barang itu dengan bebas diperdagangkan di dalam negeri.
Modus-modus tersebut diantaranya impor borongan, pelarian HS, hingga under invoicing.
Baca Juga:
Barang Impor dari China Banjir, Pemerintah Bakal Terapkan Pajak 200%
"Modus-modus ini dibiarkan terjadi di depan mata dengan bebas, sehingga barang impor murah membanjiri pasar domestik," ungkap Redma dalam keterangan resmi, Rabu (10/7/2024).
"APSyFI berterima kasih atas apa yang sudah coba dilakukan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Perindustrian untuk mengendalikan importasi tekstil dan pakaian jadi melalui Permendag 36/2023 dan Permenperin 5/2024," tukasnya.
Menurut Redma, kedua aturan tersebut membuat oknum-oknum tertentu tidak senang. Yang kemudian menciptakan kondisi dan dinamika di lapangan, hingga akhirnya pemerintah terpaksa mengeluarkan aturan relaksasi impor melalui Permendag 8/2024.