Meski demikian, menurut Perry, potensi kenaikan inflasi pada semester kedua yang disebabkan oleh dampak global berpotensi menahan laju pertumbuhan domestik.
Ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini akan berada di bawah titik tengah proyeksi Bank Indonesia sebesar 4,5% hingga 5,3%.
Baca Juga:
Capaian Kolaborasi Kendalikan Inflasi Pangan di Papua Barat Daya Tahun 2024, Bank Indonesia Perwakilan Papua Barat Gelar Torang Locavore
BI juga memperkirakan, inflasi pada tahun ini akan lebih tinggi dari target maksimal sebesar 4%.
Namun demikian, menurut Perry, inflasi inti yang menjadi indikator BI dalam menentukan kebijakan suku bunga tetap akan terkendali di bawah 4%.
Di sisi lain, nilai tukar rupiah yang juga selama ini selalu menjadi pertimbangan BI terkait kebijakan suku bunga terpantau relatif stabil dibandingkan mata uang negara Asia lainnya.
Baca Juga:
Bank Indonesia Kaltim: Pembangunan IKN Berdampak Positif pada Perekonomian Daerah
Menurut Perry, rupiah memang mengalami kenaikan tekanan akibat ketidakpastian di pasar keuangan global. Namun, kondisi serupa juga dialami mata uang regional.
Berdasarkan catatan BI, nilai tukar rupiah hingga 20 Juli 2022 telah terdepresiasi 4,90% dibandingkan dengan level akhir 2021.
Depresiasi ini relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Malaysia 6,41%, India 7,07%, dan Thailand 8,88%.