"Keputusan suku bunga BI berdasarkan pada perkiraan inflasi, khususnya inflasi inti dan tentunya juga mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi. Ini yang sering kami sebut ada pertimbangan antara stabilitas dan growth," ujarnya.
Sekali lagi, keptuusna subung BI rate didasarkan pd perkirana inflais ke depan khsusnya inflais inti dan tentunya implikasinya eprtimbangan nya jga pd PE.
Baca Juga:
Capaian Kolaborasi Kendalikan Inflasi Pangan di Papua Barat Daya Tahun 2024, Bank Indonesia Perwakilan Papua Barat Gelar Torang Locavore
Ia memperkirakan, perekonomian global tumbuh lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya dar 3,5% menjadi 2,5%. Risiko stagflasi juga meningkat di banyak negara seiring tekanan inflasi global meningkat akibat lonjakan harga komoditas, gangguan rantai pasokan global, hingga meluasnya kebijakan proteksionisme pada komoditas pangan.
"Beberapa negara seperti Amerika Serikat telah merespons dengan pengetatan moneter dan kenaikan suku bunga yang lebih agresif sehingga menahan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan risiko stagflasi," kata Perry.
Pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah, menurut Perry, terutama akan dialami Amerika Serikat, Eropa, Cina, Jepang, dan India.
Baca Juga:
Bank Indonesia Kaltim: Pembangunan IKN Berdampak Positif pada Perekonomian Daerah
Potensi perlambatan ini pun perlu diwaspadai agar tak berdampak ke ekonomi domestik.
Ia melihat pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua masih akan terus berlanjut ditopang oleh peningkatan konsumsi dan investasi.
Hal ini terlihat dari sejumlah indikator perekonomian, seperti kepercayaan konsumen, penjualan eceran, PMI manufaktur, serta kinerja ekspor dan impor.