Sistem akuifer tersebut terbentuk dari air hujan yang meresap ke dalam tanah dan mengalir melalui jalur batuan bawah permukaan hingga menjadi sumber air yang digunakan industri.
Profesor Heru Hendrayana, ahli hidrogeologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), menambahkan bahwa air tanah dangkal lebih rentan terhadap polusi dibandingkan air pegunungan yang berasal dari akuifer dalam.
Baca Juga:
Menteri LH Sebut Ada Ancaman Serius Jika Aqua Pakai Air dari Akuifer
“Air tanah dangkal bisa terkontaminasi dari septic tank, sampah, dan limbah rumah tangga,” ujarnya.
Heru menegaskan bahwa industri AMDK selalu melakukan penelitian mendalam bersama para ahli untuk memastikan bahwa sumber airnya benar-benar berasal dari pegunungan dan memenuhi standar keamanan konsumsi.
Profesor Lambok menambahkan, tidak semua air tanah layak dikonsumsi karena sebagian bisa mengandung zat berbahaya seperti Kromium VI, sedangkan air pegunungan dari akuifer dalam umumnya memiliki kandungan mineral alami yang lebih baik.
Baca Juga:
AMDK Aqua Disebut Pakai Air Sumur Bor, ESDM Buka Suara
Ia menjelaskan pula bahwa jarak sumber air dari gunung bisa mencapai puluhan kilometer, tetapi secara hidrogeologis tetap termasuk sistem air pegunungan.
Sementara itu, Muhammad Sirod, Tenaga Ahli Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi), menegaskan bahwa faktor utama dalam produksi AMDK adalah kepatuhan terhadap standar mutu dan keamanan seperti SNI, BPOM, dan sertifikasi halal.
Menurutnya, SNI 6242:2015 mengatur air mineral alami, SNI 6241:2015 untuk air demineral, dan SNI 7812:2013 untuk air minum embun.