WAHANANEWS.CO, Jakarta - Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN RI) menyoroti berbagai persoalan serius terkait penggunaan kendaraan listrik di tanah air.
Seiring meningkatnya tren mobil listrik sebagai bagian dari agenda transisi energi, laporan keluhan dari konsumen juga semakin banyak diterima lembaga ini.
Baca Juga:
BPKN RI Ingatkan Jamaah Haji: DAM Harus Lewat Jalur Resmi
Permasalahan yang mencuat meliputi mobil listrik yang mogok mendadak di jalan, usia baterai yang tidak sesuai klaim produsen, risiko kesehatan dari paparan radiasi elektromagnetik (EMF), rendahnya harga jual kembali, keterbatasan layanan purna-jual, hingga kepastian garansi yang sering menimbulkan kebingungan di kalangan konsumen.
Ketua BPKN RI, Muhammad Mufti Mubarok, menegaskan bahwa meskipun mobil listrik merupakan simbol masa depan energi ramah lingkungan, perlindungan konsumen harus tetap menjadi prioritas utama.
“Saat ini, mobil listrik belum sepenuhnya menjadi solusi ideal di Indonesia. Selain karena tingginya konsumsi sumber daya alam seperti nikel, terdapat potensi bahaya dari radiasi baterai yang besar dan dekat dengan tubuh manusia. Ditambah lagi, belum ada infrastruktur nasional yang memadai untuk menangani limbah baterai secara aman,” ujar Mufti.
Baca Juga:
BPKN Terima 1.733 Aduan di 2024, Kerugian Konsumen yang Dipulihkan Capai Rp 44 Miliar
Temuan Utama BPKN RI
1. Kendaraan Mogok Mendadak
BPKN menerima laporan mobil listrik mogok secara tiba-tiba, termasuk pada merek tertentu seperti Chery.
Masalah biasanya muncul dari perangkat lunak dan sistem hybrid/EV yang belum stabil.
2. Usia dan Performa Baterai
Walau produsen mengklaim masa pakai baterai bisa 8–15 tahun, kenyataannya banyak konsumen merasakan penurunan performa signifikan dalam dua tahun pertama.
Biaya penggantian baterai yang bisa mencapai ratusan juta rupiah menjadi beban besar bagi pemilik kendaraan.
3. Risiko Kesehatan Akibat Radiasi EMF
Kendaraan listrik menghasilkan paparan elektromagnetik yang dapat berpengaruh pada kesehatan, khususnya bagi pengguna dengan alat medis seperti pacemaker.
Meski levelnya masih di bawah ambang internasional, BPKN menilai riset lanjutan tetap diperlukan.
4. Layanan Purna-Jual dan Garansi
Keluhan konsumen juga terkait sulitnya akses bengkel resmi, keterbatasan suku cadang, serta proses klaim garansi yang tidak transparan.
Padahal, produsen umumnya menjanjikan garansi baterai hingga 8 tahun.
5. Rendahnya Harga Jual Kembali
Mobil listrik mengalami depresiasi lebih cepat dibandingkan mobil berbahan bakar fosil.
Kekhawatiran utama terletak pada daya tahan baterai dan biaya penggantiannya yang mahal.
6. Penghapusan Subsidi
Rencana pengurangan atau pencabutan insentif dari pemerintah membuat harga mobil listrik melonjak tajam, yang berpotensi memberatkan konsumen dan memperlambat adopsi kendaraan ramah lingkungan ini.
Rekomendasi BPKN RI
1. Untuk Pemerintah
Memperketat regulasi terkait garansi dan layanan purna-jual kendaraan listrik.
Mewajibkan produsen menyediakan jaringan servis resmi dan suku cadang vital.
Menetapkan standar keselamatan baterai nasional serta melakukan uji EMF secara berkala.
2. Untuk Produsen & Dealer
Memberikan informasi transparan tentang garansi baterai dan syarat ketentuannya.
Menawarkan program tukar tambah atau refurbish baterai agar nilai jual kembali lebih terjaga.
Melakukan recall atau update perangkat lunak bila ditemukan cacat produk.
3. Untuk Konsumen
Membaca dan memahami detail syarat garansi baterai.
Menyimpan bukti riwayat perawatan dan pengisian baterai.
Melapor ke BPKN RI bila mengalami kendala dalam klaim garansi atau menemukan potensi bahaya keselamatan.
BPKN RI menegaskan komitmennya untuk terus memperjuangkan hak-hak konsumen di tengah perkembangan teknologi otomotif yang semakin pesat.
“Masyarakat berhak mendapatkan produk yang aman, sehat, dan sesuai dengan janji produsen. Jangan sampai konsumen menjadi korban akibat lemahnya sistem garansi dan layanan purna-jual kendaraan listrik,” tegas Mufti Mubarok.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]