Ada yang stabil ketika kita bisa mengolah dan menambah value dari produk tersebut. Kita flat ke petani di harga 9 ribu rupiah. PR kita di dunia pertanian Indonesia adalah teknologi pascapanen, termasuk penentuan harga agar harga bisa jadi stabil dan kuat.
Di Indonesia, petani cenderung sehabis panen terima uang langsung. Jika mau melakukan satu langkah yang lebih tinggi, ada kemajuan.
Baca Juga:
Prabowo Tinjau Langsung Panen Padi di Merauke
Gabah dilindungi oleh pemerintah kestabilan harganya di angka 5 ribu rupiah. Tapi, saat panen raya bisa turun sampai 4 ribu. Tapi, harga beras premium tidak pernah di bawah 11 ribu.
Jadi, jika petani mau nunggu seminggu saja, sampai beras premium dipanen, itu sudah naik.
Contoh lainnya adalah komoditas cokelat. Jika cokelat yang sudah dipanen, dikeringkan, lalu difermentasi. Saat sudah mencapai tahap fermentasi 1 hingga 2 minggu, harganya sudah beda 20% lebih mahal.
Baca Juga:
Dinas Pertanian Kubu Raya Rencanakan Penanaman Padi 69.462 Ton Tahun 2024
Tapi, petani kebanyakan tidak mau menunggu. Sehingga keuntungan lebih besar ada di pemasok yang membeli ke mereka. Karena itulah, mengolah hasil bumi harus dikuatkan dalam proses pasca-panen.
Jika mereka mengerti rantai pasok, tentu mereka jadi punya kekuatan. Banyak yang harus dikuatkan, selain mengerti pertanian. Tidak cukup menguasai area bisnis, harus ada mentalitas untuk belajar, menaikkan kualitas dan proses sendiri dan maju serta naik kelas.
Ya, industri pertanian Indonesia memang masih harus banyak berbenah. Namun, bukan berarti peluang bisnis di sektor ini menipis.