WahanaNews.co | Pemerintah bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada Rabu (29/09/2021) membahas Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) ke pembicaraan tingkat II atau pengambilan keputusan pada sidang paripurna DPR.
Adapun RUU HPP salah satunya akan menambah aturan soal lapisan dan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi (OP).
Baca Juga:
Dari Pajak Digital, Negara Kantongi Rp 6,14 Triliun Hingga September 2024
Dalam aturan lama, yaitu UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, pemerintah menyusun 4 lapisan wajib pajak, sebagai berikut:
1. sampai dengan Rp 50 juta: 5 persen
Baca Juga:
Realisasi Penerimaan Pajak DJP Kalbar Capai 56,99 Persen Hingga Agustus 2024
2. Rp 50-250 juta: 15 persen
3. Rp 250-500 juta: 25 persen
4. di atas Rp 500 juta: 30 persen
Sementara di RUU HPP, terjadi sedikit perubahan dan ada satu poin tambahan. Sehingga nantinya akan ada lima poin wajib pajak dengan rincian sebagai berikut:
1. Sampai dengan Rp 60 juta: 5 persen
2. Rp 50-250 juta: 15 persen
3. Rp 250-500 juta: 25 persen
4. Rp 500-Rp5 miliar: 30 persen
5. di atas Rp 5 miliar: 35 persen
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menyatakan penambahan tarif PPh menjadi lima lapisan disesuaikan dengan prinsip ability to pay alias gotong royong.
"Jadi, yang berpenghasilan kecil dilindungi, yang berpenghasilan tinggi dipajaki lebih tinggi pula. Ini sesuai dengan prinsip ability to pay alias gotong royong, yang mampu bayar lebih besar," kata Yustinus beberapa waktu lalu.
Sementara itu, perlu diketahui jumlah lapisan pajak orang pribadi di Indonesia lebih sedikit dibandingkan dengan negara lain.
Misalnya, Vietnam dan Filipina memiliki 7 lapisan. Lalu, Thailand memiliki 8 lapisan dan Malaysia memiliki 11 lapisan.
Oleh sebab itu, penambahan lapisan tarif pajak penghasilan ini dilakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani agar pajak penghasilan di Indonesia makin progresif.
"Jumlah tax bracket di Indonesia sekarang ini ada 4, ini mengakibatkan PPh orang pribadi di Indonesia jadi kurang progresif," kata Sri Mulyani. [rin]