WahanaNews.co | Bak parasit yang menggerogoti dari dalam, praktik korupsi kerap melibatkan para oknum pegawai pajak di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.
Praktik mafia pajak ini seolah belum juga hilang.
Baca Juga:
PLN Setor Pajak Rp52,39 Triliun, Dirjen Pajak Apresiasi Kontribusi Signifikan bagi Negara
Saat institusi ini gencar meningkatkan pendapatan pajak dan menyosialisasikan pentingnya peranan uang pajak dalam pembangunan, para oknum ini justru mencorengnya.
Kerugian negara yang timbul juga cukup besar.
Banyak pejabat di lingkungan DJP yang kena operasi tangkap tangan (OTT) lantaran dugaan kasus suap dan korupsi.
Baca Juga:
DJP Sebut 74,6 Juta Warga Sudah Lakukan Pemadanan NIK-NPWP, Sisa 670 Ribu
Menjadi ironi, mereka masih menerima suap meskipun sudah menerima gaji yang tinggi.
PNS di Ditjen Pajak atau pegawai pajak diketahui menerima tunjangan tertinggi dibandingkan instansi pemerintah lainnya di seluruh Indonesia.
Berikut beberapa kasus yang dilakukan PNS Ditjen Pajak:
Denok Tapiviera
Nama Denok Tapiviera sempat menghebohkan publik pada tahun 2013 karena dugaan kepemilikan rekening gendut.
Dia diciduk Bareskrim Polri di rumah mewahnya, Jalan Rawamangun III Nomor 15, Kompleks PJKAI, Rawamangun, Jakarta Timur.
Penangkapan tersebut terkait kasus korupsi yang merugikan keuangan negara puluhan miliar rupiah.
Kasus tersebut bermula dari perkara suap untuk memuluskan restitusi pajak sebesar Rp 21 miliar.
Karena terlibat pula dalam kasus pencucian uang, rumah dan mobil milik PNS pajak Denok Tapiviera pun ikut disita, salah satunya sebuah villa di Cipanas.
Gayus Tambunan
Kasus suap pegawai pajak paling fenomenal dilakukan oleh Gayus Tambunan.
Gayus Tambunan dihukum atas kasus yang dilakukan berlapis-lapis.
Dari memanipulasi pajak, menyuap hakim, menyuap petugas LP, hingga membuat paspor palsu.
Saat mendekam di bui, ia juga diketahui sempat berjalan-jalan ke Makau dan Singapura.
Pegawai pajak jebolan STAN ini juga kepergok menonton tenis di Bali.
Gayus dihukum 7 tahun penjara karena menyuap penyidik, hakim dan merekayasa pajak.
Putusan ini lalu diperberat menjadi 12 tahun penjara oleh MA.
Kasus manipulasi pajak PT Megah Citra Raya, Gayus divonis 8 tahun penjara.
Pemalsuan paspor, Gayus Tambunan dihukum 2 tahun penjara.
Kasus pencucian uang dan menyuap tahanan, Gayus dihukum 8 tahun penjara.
Tommy Hindratno
Eks PNS Pajak dari eselon IV, Tommy Hindratno, juga terseret kasus suap.
Ia terbukti secara sah dan meyakinkan menerima uang sejumlah Rp 280 juta, terkait pengurusan klaim restitusi pajak PT Bhakti Investama sebesar Rp 3,4 miliar.
Tommy Hindratno telah menerima uang dari pengusaha di sebuah restoran Padang di Tebet Jakarta, sebagai imbalan atau fee karena telah memberikan data atau informasi terkait klaim kelebihan bayar pajak PT BI.
Totok Hendriyatno
Nama Totok Hendriyatno juga masuk dalam daftar pegawai pajak dengan rekening gendut yang dirilis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Kasusnya sebenarnya bersamaan dengan PNS pajak lainnya, yakni Denok Tapiviera, terkait gratifikasi atas manipulasi restitusi pajak dari PT Surabaya Agung Industry dan Paper.
Pada bulan Desember 2012, Direktorat Pajak Kementerian Keuangan resmi memecat dengan tidak hormat Totok Hendriyatno dan Denok Tapiviera.
Handang Soekarno
Mantan penyidik Ditjen Pajak (PNS Pajak), Handang Soekarno, divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan.
Hukuman tersebut lebih ringan dibanding tuntutan jaksa KPK, yaitu 15 tahun penjara.
Handang Soekarno terbukti bersalah menerima suap Rp 1,9 miliar dari Direktur PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP), Ramapanicker Rajamohanan Nair.
Handang Soejarno menerima suap agar bisa membantu mempercepat penyelesaian permasalahan pajak yang dihadapi PT EKP.
Di antaranya pengembalian kelebihan pembayaran pajak serta surat tagihan pajak dan pertambahan nilai.
Dadan Ramdani
Dadan Ramdani merupakan pegawai pajak tersangka kasus dugaan suap penerimaan hadiah atau janji terkait pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan 2017 di DJP.
Pada kurun waktu 2017 hingga 2019, Dadan Ramdani selaku Kasubdit Kerja sama dan Dukungan Pemeriksaan pada Direktorat Jenderal Pajak mengusulkan pemeriksaan pajak terhadap tiga wajib pajak.
Usulan tersebut dilayangkan kepada Angin Prayitno Aji, yang saat itu menjabat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
Angin langsung menyetujui usulan Dadan.
Tiga wajib pajak yang diperiksa itu yakni PT Gunung Madu Plantations (GMP) untuk tahun pajak 2016, PT Bank Pan Indonesia (BPI) Tbk yang juga tahun pajak 2016, dan PT Jhonlin Baratama (JB) untuk tahun pajak 2016 dan 2017.
Namun, proses pemeriksaan pada perhitungan pajak ketiga wajib pajak itu tak dilakukan sesuai prosedur dan aturan.
Penyimpangan itu diduga atas perintah dan persetujuan Angin dan Dadan.
Atas persetujuan penetapan nilai jumlah kewajiban pajak untuk PT GMP, PT BPI Tbk dan PT JB, Dadan Ramdani dan Angin Prayitno Aji diduga menerima sejumlah uang sekitar Rp 7,5 miliar dan 2 juta dollar Singapura.
Angin Prayitno Aji
Kasus yang menjerat pegawai pajak Angin Prayitno Aji merupakan kasus yang sama dengan Dadan Ramdani.
Padahal dia sudah menerima gaji dan tunjangan selangit.
Angin Prayitno Aji, yang merupakan eselon II, berhak atas tunjangan kinerja sebesar Rp 81.940.000 per bulan.
Selain tukin, PNS Ditjen Pajak juga masih menerima pendapatan lainnya, seperti gaji pokok dan berbagai tunjangan melekat.
Angin Prayitno Aji dilantik sebagai Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian DJP sejak 23 Januari 2019.
Profilnya sempat dimunculkan dalam profil pejabat tinggi di Kementerian Keuangan, sebelum kemudian dihapus sehingga namanya tak lagi bisa ditemukan.
Selain Dadan Ramdani, bawahan Angin Prayitno Aji lainnya juga ikut diperiksa.
Mereka adalah Alfred Simanjuntak, Yulmanizar, dan Febrian.
Ramli Anwar
Nama pegawai pajak Ramli Anwar sempat terkenal karena videonya yang viral saat dirinya lari terbirit-birit di jalanan ketika dikejar oleh aparat dari Polda Bangka Balitung.
Dalam OTT pada April 2018 itu, Ramli kepergok saat akan memasukkan uang hasil pemerasan terhadap korban wajib pajak ke dalam mobil miliknya.
Dari tangannya, petugas berhasil menyita uang sebesar Rp 50 juta dengan pecahan Rp 50 ribu.
Pargono Pariadi
Pargono Riyadi disangka terlibat dalam kasus dugaan pemerasan wajib pajak dan pengurusan pajak kepada Asep Hendro.
Pargono dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Pargono Riyadi ditangkap KPK usai bertransaksi dengan seorang pria yang diduga kurir suap bernama Rukimin.
Dia menjadi pegawai pajak yang diciduk KPK di usia 59 tahun atau mendekati pensiun.
KPK menangkap Pargono dan Rukimin Tjahjanto usai serah terima uang di lorong stasiun Stasiun Gambir.
Uang diserahkan lewat cara yang unik.
Saat itu, Rukimin dan Pargono berjalan dari arah yang berlawanan.
Tentu saja, di tangan Rukimin sudah siap uang berisi pecahan Rp 100 ribu, yang diperkirakan berjumlah Rp 125 juta.
Pada sebuah titik, mereka kemudian berpapasan.
Tas berisi uang itu pun langsung berpindah tangan.
Tanpa ada pembicaraan, keduanya langsung berpisah.
Saat itulah, KPK langsung menangkap keduanya. [qnt]