WAHANANEWS.co - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, terus berupaya untuk memastikan iklim investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) Indonesia tetap menarik.
Hal ini dilakukan karena banyak Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas lebih tertarik berinvestasi di Afrika.
Baca Juga:
Dari Pajak Digital, Negara Kantongi Rp 6,14 Triliun Hingga September 2024
Arifin menjelaskan bahwa negara-negara seperti Mozambik dan Guyana menawarkan insentif yang lebih menguntungkan, termasuk kebijakan skema royalti dan pajak yang lebih sederhana.
Arifin menyatakan, "Kami sedang mempertimbangkan hal ini karena negara-negara lain menawarkan skema kebijakan yang lebih agresif. Banyak KKKS yang beralih ke tempat lain, seperti Guyana dan Mozambik, yang menerapkan skema sederhana berupa pajak dan royalti."
Ia berharap skema royalti dan pajak dapat dimasukkan dalam draf revisi Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi untuk menarik kembali minat investasi migas di Indonesia.
Baca Juga:
Realisasi Penerimaan Pajak DJP Kalbar Capai 56,99 Persen Hingga Agustus 2024
Arifin juga menekankan pentingnya revisi UU Migas mengingat tren transisi energi global dan target Net Zero Emissions (NZE) yang harus dicapai.
Ia mencatat bahwa gap antara permintaan dan produksi dalam negeri semakin lebar, yang dapat mempengaruhi devisa negara.
Pengamat dan Praktisi Hulu Migas, Tumbur Parlindungan, menilai bahwa pemerintah perlu berupaya lebih keras untuk menarik investor migas ke Indonesia, mengingat peluang besar yang ada dan kompetisi dengan negara lain di seluruh dunia.
Bahkan, lanjutnya, Indonesia kini kalah menarik dibandingkan negara di Afrika seperti Mozambik, dalam hal investasi di hulu migas.
"Kita kompetisi dengan negara-negara lain yang mengundang investor, baik di migas maupun yang lainnya. Misalnya, seperti sekarang Guyana Mozambik itu sangat menarik untuk para industri migas untuk berinvestasi dibandingkan dengan Indonesia, kira-kira seperti itu," kata Tumbur, mengutip dari acara Energy Corner CNBC Indonesia, Selasa (9/1/2024).
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]