WahanaNews.co | PLN Nusantara Power berkolaborasi dengan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) di bidang pendidikan untuk menciptakan inovasi rumah tahan gempa yang menggunakan bahan baku limbah debu batu bara (Fly Ash Bottom Ash-FABA).
Inovasi ini dinamakan Bangunan Instan Modular Sederhana (BIMA) yang akan berfungsi sebagai solusi dan berperan penting dalam mengurangi limbah serta meningkatkan efisiensi pengolahan limbah di lingkungan PLN. Selain itu, proyek ini juga bertujuan untuk memberikan keterampilan kepada masyarakat sehingga dapat meningkatkan tingkat ekonomi.
Baca Juga:
Sepanjang Semester I 2024, PLN Sukses Manfaatkan Hampir 1,5 Juta Ton FABA PLTU
Tahap awal dari kerjasama ini adalah menyelenggarakan pelatihan pembuatan struktur bangunan kepada masyarakat di sekitar wilayah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton di Probolinggo.
Pelatihan tersebut dipimpin oleh Dr. Yuyun Tajunnisa, selaku ketua peneliti dan dosen serta Kepala Laboratorium Material dan Struktur Bangunan Departemen Teknik Sipil Fakultas Vokasi ITS. Mereka dibantu oleh Senior Manager PLTU Paiton, Agus Prastyo Utomo, dan Manager Business Support PT PLN Nusantara Power Up Paiton, Sukarno.
Direktur Utama PLN Nusantara Power, Ruly Firmansyah, juga hadir dalam kegiatan tersebut dan menyampaikan komitmen perusahaan dalam mengelola dan mengolah FABA sebagai langkah untuk menjaga lingkungan.
Baca Juga:
Di Jakarta, PLN Olah 3,3 Ton FABA dari PLTU Lontar Menjadi Bahan Konstruksi Gardu Distribusi
Ruly Firmansyah menekankan bahwa FABA sebagai limbah tidak mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3), sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta instansi lainnya.
PLN Nusantara Power membuka peluang bagi masyarakat yang tertarik untuk memanfaatkan FABA menjadi produk bernilai tinggi, termasuk sebagai campuran dalam industri konstruksi dan infrastruktur.
"PLN NP terbuka kepada masyarakat yang ingin ikut serta memanfaatkan FABA ini. FABA sendiri bukanlah limbah B3 sehingga dapat diolah dan memberikan banyak manfaat, salah satunya melalui kerja sama dengan ITS pembangungan rumah tahan gempa BIMA tersebut", terang Ruly.
Di tahun 2022, PLTU Paiton menghasilkan FABA sebesar 208.368 ton. Sedangkan kebutuhan untuk membuat rumah tahan gempa ini mencapai 4.400 kg FABA. FABA sudah dimanfaatkan untuk menjadi paving, batako, pengecoran jalan desa dan sebagainya.
Bahkan, PT. PLN Nusantara Power melalui PLTU Pacitan telah membangun 3 unit rumah layak huni untuk masyarakat.
Manager Senior Transfer Teknologi Office, Direktorat Inovasi dan Kawasan Sains Teknologi ITS, Ary Bachtiar KP ST MT PHD menjelaskan, inovasi ini menjadi terobosan cerdas mengenai penggunaan debu hasil limbah PLN.
“Inovasi ini bukan hanya sekadar solusi lokal, tapi juga memiliki potensi untuk berlanjut ke daerah-daerah lain,” katanya.
Inovasi BIMA ini memainkan peran penting dalam mengurangi limbah serta meningkatkan efisiensi pengolahan limbah di lingkungan PLN.
“Melalui pelatihan ini, nantinya masyarakat dapat mengembangkannya sendiri, sehingga membuka peluang dalam meningkatkan perekonomian secara berkelanjutan," ungkap dosen Teknik Mesin ITS itu.
Para peserta pelatihan juga dibekali edukasi mengenai rumah tahan gempa oleh Ir. Faimun MSc PhD, ahli gempa dari Teknik Sipil ITS.
Faimun memaparkan tentang gambaran umum gedung fungsi hunian berupa rumah tahan gempa. Ia menggarisbawahi betapa pentingnya membangun konstruksi yang kuat dan aman dalam menghadapi potensi bencana gempa.
PT PLN (Persero) menegaskan bahwa mereka tidak akan membuang limbah FABA, melainkan akan lebih fokus pada pemanfaatannya yang dapat memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat.
Pemanfaatan FABA ini memiliki potensi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, karena limbah ini bisa dimanfaatkan dalam berbagai sektor seperti konstruksi, infrastruktur, pertanian, dan lainnya.
FABA sendiri merupakan material sisa dari proses pembakaran batu bara, yang secara fisik menyerupai debu halus seperti abu dari gunung berapi. Perbedaannya terletak pada tingkat kehalusan, di mana tekstur FABA sedikit lebih halus daripada abu vulkanik.
Selain itu, terdapat perbedaan antara fly ash dan bottom ash. Meskipun keduanya berasal dari hasil pembakaran batu bara, bottom ash memiliki ukuran yang lebih besar daripada fly ash yang lebih halus. Karena itu, bottom ash disebut sebagai abu yang "terendapkan" sedangkan fly ash disebut sebagai abu terbang.
Pemanfaatan FABA yang paling menjanjikan secara ekonomis adalah sebagai bahan konstruksi. Inilah salah satu alasan PLN mendorong pemanfaatannya, dengan tujuan tidak hanya untuk keuntungan perusahaan, tetapi juga untuk manfaat bagi masyarakat.
Selain menjadi salah satu strategi dalam mencapai target karbon netral pada tahun 2060, pemanfaatan FABA juga menjadi sumber daya ekonomi sirkuler yang dapat dioptimalkan untuk kebaikan bersama.
Beberapa laboratorium, seperti laboratorium Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Kementerian ESDM bersama Laboratorium Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL) Universitas Padjadjaran, telah melakukan uji kimia dan biologi atas FABA untuk lebih memahami potensinya.
Beberapa pengujian toxicology pun menunjukkan bahwa abu batu bara (FABA) yang diteliti dapat dikategorikan sebagai limbah tetapi bukan B3. [eta]