WahanaNews.co | Harga minyak turun di perdagangan Asia pada Kamis (27/10/22) sore, membalikkan reli lebih dari tiga persen di sesi sebelumnya, karena kekhawatiran yang berlarut-larut atas lesunya permintaan di China melebihi optimisme dari rekor ekspor minyak mentah AS dan melemahnya dolar AS.
Minyak mentah berjangka Brent merosot 25 sen atau 0,3 persen, menjadi diperdagangkan di 95,44 dolar AS per barel pada pukul 06.52 GMT, menghentikan kenaikan awal. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun 25 sen atau 0,3 persen, menjadi 87,66 dolar AS per barel, juga menyerahkan keuntungan awal.
Baca Juga:
Tren Bullish Harga CPO Dinilai Bakal Terus Berlanjut
Stok minyak mentah AS naik 2,6 juta barel pekan lalu, menurut data mingguan pemerintah pada Rabu (25/10/2022), dengan ekspor minyak mentah naik menjadi 5,1 juta barel per hari, terbesar yang pernah ada.
"Ekspor minyak mentah AS yang solid meningkatkan optimisme atas permintaan dan mendorong pembelian baru, tetapi kekhawatiran bahwa kebijakan ekonomi China yang kacau dapat berlanjut di bawah meningkatnya kekuatan Presiden Xi Jinping membebani sentimen," kata Hiroyuki Kikukawa, manajer umum penelitian di Nissan Securities, dikutip dari Reuters.
Investor global membuang aset-aset China awal pekan ini di tengah kekhawatiran bahwa ideologi mungkin semakin mengalahkan pertumbuhan di bawah pemimpin paling kuat China sejak Mao Zedong.
Baca Juga:
Dalam Sepekan, Harga Minyak Sawit Melonjak 3 Persen
Bank Dunia pada Rabu (26/10/2022) mengatakan pihaknya memperkirakan harga-harga energi turun 11 persen pada 2023 setelah lonjakan 60 persen tahun ini menyusul invasi Rusia ke Ukraina, meskipun pertumbuhan global yang lebih lambat dan pembatasan COVID di China dapat menyebabkan penurunan lebih dalam. Moskow menyebut tindakannya di Ukraina sebagai "operasi militer khusus".
Penurunan harga minyak terjadi meskipun dolar melemah yang membuat minyak mentah berdenominasi greenback lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya.
Dolar mendekati level terendah lebih dari satu bulan terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya pada Kamis, di tengah meningkatnya harapan bahwa Federal Reserve AS akan beralih ke kenaikan suku bunga yang kurang agresif untuk meredam risiko resesi.