Sehingga, hingga saat ini management KCIC sedang bernegosiasi dengan konsorsium High Speed Railway Contractors Consortium (HSRCC) sebagai salah satu konsorsium dari China yang membangun proyek kereta cepat tersebut.
Akibat keterlambatan tersebut, salah satu konsekuensi yang mungkin terjadi adalah BUMN dari China sebagai salah satu sponsor juga akan menunda setoran modal.
Baca Juga:
Pemprov Sulteng Dukung Penguatan Ketahanan Pangan Nasional, Jadi Lumbung Pangan Utama
Di sisi lain, pemerintah Indonesia ingin agar proyek itu cepat selesai dan segera beroperasi sesuai target awal, yaitu 2023.
"Nah problemnya adalah ini corona datang, dan kami ingin supaya pembangunan ini (selesai) tepat waktu, jangan tertunda. Tapi corona ini membuat ada beberapa hal yang menjadi agak terhambat," ucap Arya.
Menurut Arya, dengan kondisi itu wajar saja jika pemerintah kini ikut membiayai proyek kereta cepat. Arya menyebut pemerintah di negara-negara lain juga melakukannya.
Baca Juga:
Kinerja Pendapatan Negara Tahun 2024 Masih Terkendali, Menkeu: Ada Kenaikan Dibanding Tahun 2023
"Hal-hal inilah yang membuat kita mau tidak mau, supaya kereta cepat tetap dapat terlaksana dengan baik, maka kita harus minta pemerintah untuk ikut dalam memberikan pendanaan," tuturnya.
"Jadi ini bukan soal apa-apa, ini soal seperti itu (akibat corona). Di mana-mana di hampir semua negara, pemerintahnya memang ikut campur juga dalam pendanaan kereta cepat," ujarnya.
Sebagai dasar hukum penggunaan APBN untuk kereta cepat, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021, yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung.