“Perlu kesiapan dari sisi perbankan untuk lebih banyak menyerap mata uang, seperti ringgit atau won. Dengan begitu, eksportir dan imporitf bisa menggunakan mata uang lokal untuk bertransaksi,” jelas Bhima.
Senada yang disampaikan Bhima, Ekonom sekaligus Direktur Center of Reform of Economics (CORE) Piter Abdullah bahkan menilai jika inisiatif penggunaan mata uang lokal bisa membuat Indonesia menerima apresiasi positif dari negara-negara ASEAN.
Baca Juga:
Strategi Kolaborasi Ekonomi Indonesia-Australia Kembali Diperkuat untuk Lanjutkan Berbagai Komitmen Kerja Sama
“Saya kira inisiatif Indonesia mengajak banyak negara melakukan LCT sudah diapresiasi positif oleh negara-negara ASEAN,” kata Piter saat dihubungi terpisah.
LCT dikatakannya menjadi langkah yang sangat baik dalam upaya mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar AS. Ia juga optimistis penerapan LCT di kawasan ASEAN akan makin membesar dan meluas.
Bila makin banyak negara yang bersepakat melakukan LCT, lanjut Piter, maka manfaat LCT akan makin besar, terutama dalam hal transaksi perdagangan dan ketergantungan terhadap dolar AS.
Baca Juga:
Dukung World Water Forum 2024, PLN Bakal Siapkan 52 Charging Station
Meski begitu, implementasi LCT diakuinya masih membutuhkan dukungan tambahan. Sebab, salah satu aspek penting dalam transaksi perdagangan adalah penawaran dan permintaan serta rantai pasok global.
Piter berpendapat penerapan LCT akan lebih optimal bila didukung dengan strategi pemenuhan kebutuhan rantai pasok global.
“Pemanfaatan LCT baru bisa maksimal apabila LCT melibatkan banyak negara dan terkait dengan rantai pasok global. Sementara kebutuhan impor negara-negara, yang masih banyak dari Eropa dan Amerika yang membutuhkan euro dan dolar, maka pemanfaatan LCT masih akan terbatas,” jelas Piter.