BRI Danareksa Sekuritas menaikkan perkiraan harga nikel untuk tahun 2022-2023 menjadi US$ 26.00/ton & US$ 21.000/ton. Dari harga sebelumnya senilai US$ 21.000/ton & USD17.000/ton.
Analis Pilarmas Investindo Desy Israhyanti tidak memungkiri bahwa perlambatan ekonomi global yang dipicu sejumlah krisis seperti energi, pangan, memang masih akan menjadi tantangan bagi industri nikel.
Baca Juga:
Hubungan Politik dan Ekonomi Indonesia-China
Dengan permintaan yang terbatas maka produksi otomatis akan diturunkan. Namun, sentimen positifnya adalah komoditas nikel menjadi arah laju bisnis yang menuju pada hilirisasi di masa depan.
"Pengembangan ekosistem menjadi game changer baik bagi emiten, industri, maupun kontribusinya terhadap ekonomi dan pendapatan negara," imbuh Desy kepada Kontan.co.id, Minggu (27/11).
Desy menambahkan, Pemerintah Indonesia pun masih terus berupaya untuk mengurus kebijakan larangan ekspor mentah bijih nikel. Meskipun sejauh ini belum berhasil memenangkan gugatan dari komisi Uni Eropa, namun Kementerian ESDM berniat untuk pengajuan banding.
Baca Juga:
CIA Datangi Prabowo di AS, Ada Apa di Balik Pertemuan Misterius dengan Presiden Indonesia?
Larangan ekspor bijih nikel tersebut pada akhirnya bisa menguntungkan emiten pertambangan nikel di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan supply dan demand, yang dapat menggerakkan harga nikel naik saat pasokan dari Indonesia dibatasi.
Sejauh ini, emiten nikel masih berkomitmen membangun hilirisasi nikel dengan melanjutkan investasinya di Smelter seperti PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Ada pula PT Harum Energy Tbk (HRUM) dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) yang mulai merangsek bisnis nikel.
Analis Samuel Sekuritas Olivia Laura dalam riset 6 Oktober 2022 memaparkan bahwa transformasi Harum Energy ditandai dengan akuisisi perusahaan nikel antara lain Nickel Mines Ltd (NIC) sebanyak 6,7%, PT Position sebanyak 51%, dan Infei Metal Industry (IMI) sebanyak 49,0%.