WahanaNews.co | Riset dari Boston Consulting Group (BCG) berkolaborasi dengan Startup Sampingan, memaparkan bahwa sektor bisnis harus menerapkan konsep bisnis berkelanjutan demi menekan laju perubahan iklim.
Riset Accelerating a Low Carbon Future: Bridging Intention and Action menunjukkan kesadaran konsumen Indonesia terhadap tanggung jawab lingkungan sudah cukup tinggi. Sebanyak 77% konsumen Indonesia mengaku telah menyadari isu perubahan iklim, meskipun belum secara aktif mendalami isu tersebut dan melakukan perubahan gaya hidup.
Baca Juga:
Mudahkan Pelanggan Bayar Listrik, PLN Mobile Jalin Kolaborasi dengan MotionPay
Sekitar 50% konsumen sudah melakukan perubahan gaya hidup seperti mengurangi penggunaan plastik atau memiliah sampah meskipun belum dilakukan secara konsisten.
Berdasarkan riset, sebanyak 30% konsumen bersedia membayar hingga 10% lebih mahal dari harga asli untuk produk dan layanan yang rendah emisi karbon, bahkan seperlima dari responden bersedia membayar hingga 50% lebih mahal dari harga asli.
“Perubahan iklim bukan lagi permasalahan masa depan, perubahan iklim adalah permasalahan hari ini. Berbagai komitmen baik itu di tingkat internasional maupun nasional perlu ditindaklanjuti dengan tindakan yang nyata jika kita benar-benar ingin melakukan transisi ke ekonomi yang rendah karbon dan ramah lingkungan, “ tutur Managing Director & Partner, Head of Boston Consulting Group Indonesia Haikal Siregar, dari siaran pers, Minggu (24/4).
Baca Juga:
Wamendag Roro Serahkan Penghargaan Perlindungan Konsumen 2024 kepada Para Kepala Daerah
CEO and Co-Founder of Sampingan Wisnu Nugrahadi mengatakan, hasil survei tersebut memungkinkan untuk mendapatkan informasi tentang kesenjangan yang ada antara kesadaran akan emisi karbon yang dapat menyebabkan perubahan iklim serta tindakan yang dilakukan untuk menurunkannya.
“Dalam riset ini, kami bersama Boston ConsultingGroup kami juga merumuskan rekomendasi tentang bagaimana sektor bisnis dan konsumen dapat menjadi bagian dari solusi perubahan iklim,” imbuh Wisnu.
Survei riset ini dilakukan secara online dengan 600 responden yang tersebar di delapan provinsi di Indonesia yang mencakup Jabodetabek, Bandung, Medan, Denpasar, dan daerah pedesaan di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Riau, dan Jawa Timur.