WAHANANEWS.CO, Jakarta - Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah memicu pro dan kontra di tengah masyarakat.
Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah pelarangan bagi produsen air minum dalam kemasan (AMDK) untuk memproduksi dan menjual air kemasan plastik berukuran di bawah 1 liter.
Baca Juga:
4 Tips Sukses Bisnis Kuliner di Era Digital
Menanggapi kebijakan tersebut, Ketua Komisi Advokasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI, Fitrah Bukhari, menyampaikan kekhawatirannya.
Ia menilai, kebijakan itu berpotensi melanggar hak dasar konsumen untuk memilih produk sesuai kebutuhan mereka.
“Dengan adanya pelarangan produksi dan distribusi tersebut, akan berdampak pada hilangnya hak konsumen untuk memilih produk yang akan dikonsumsinya. Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, salah satu hak konsumen adalah hak untuk memilih barang,” ujar Fitrah, melansir Republika, Minggu (13/4/2025).
Baca Juga:
4 Tips Jadi Konsumen yang Cerdas dan Bijak!
Fitrah menekankan bahwa keputusan tersebut berisiko mempersempit pilihan konsumen dan mengurangi variasi produk di pasar.
Menurutnya, konsumen memiliki hak untuk menentukan produk yang sesuai dengan preferensi, baik dari segi harga, ukuran, maupun kenyamanan.
“Ketika pilihan tersebut dibatasi, akan berdampak pada psikologis bahkan ekonomi. Larangan itu membuat konsumen harus membeli produk yang lebih mahal dan berat dari segi beban,” jelasnya.
Ia juga menyoroti dampak langsung dari kebijakan ini terhadap biaya dan kenyamanan.
Menurut Fitrah, dengan tidak tersedianya AMDK berukuran kecil, konsumen harus mengeluarkan lebih banyak uang dan tenaga untuk membeli dan membawa air dalam kemasan lebih besar.
“Hal ini tentu mengganggu kenyamanan konsumen,” tegasnya.
Fitrah juga menilai bahwa sektor pariwisata—yang menjadi andalan Pulau Dewata—berpotensi mengalami dampak signifikan.
Wisatawan yang biasanya mengandalkan AMDK kecil karena kepraktisannya akan mengalami kesulitan, terlebih jika produk alternatif seperti tumbler isi ulang atau galon kecil belum tersedia secara merata.
“Konsumen sektor pariwisata adalah kelompok potensial yang akan paling terkena dampaknya. Yang perlu dipastikan selanjutnya dalam implementasi SE ini adalah apakah produk alternatif telah merata dan dapat memenuhi kebutuhan serta harapan konsumen?” ucap Fitrah.
Fitrah pun mendorong pemerintah untuk tidak tergesa-gesa dalam mengambil kebijakan yang bisa menimbulkan dampak luas, terutama bagi konsumen.
Ia meminta agar pemerintah melibatkan semua pihak yang berkepentingan, termasuk masyarakat umum, sebelum memutuskan kebijakan yang bersifat membatasi.
“Ini agar kebijakan yang dihasilkan dapat seimbang, berkelanjutan, dan tentunya dapat melindungi konsumen,” tandasnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]