WAHANANEWS.CO, Jakarta - Nada tegas tapi menenangkan terdengar dari Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa ketika merespons gelombang penolakan pemerintah daerah (pemda) terkait rencana pengurangan anggaran transfer ke daerah (TKD) tahun 2026.
Purbaya mengatakan dirinya memahami keluhan yang dilontarkan para kepala daerah yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) dalam pertemuan siang tadi di Gedung Djuanda, Jakarta.
Baca Juga:
HUT Karawang ke-392: Dari Lumbung Padi ke Pusat Industri Digital, Bupati Aep Dorong Transformasi Ekonomi Hijau
"Semuanya (kepala daerah) ngomong, enggak mau ketinggalan. Ada beberapa yang bilang ini memang mengganggu stabilitas daerah dan mengganggu NKRI segala macam," ucap Purbaya saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Menurut Purbaya, inti persoalan bukanlah pada besaran dana TKD, melainkan pada efektivitas penggunaan anggaran di daerah. Ia menilai, banyak pemerintah daerah belum membelanjakan anggaran yang telah diberikan sesuai dengan peruntukannya.
"Saya bilang sih ya Anda beresin aja dulu belanjanya dan buat kesan yang baik. Kan bukan saya yang ambil keputusan, ini di atas-atas sana," ujarnya menegaskan.
Baca Juga:
Harga Pangan Naik Gila-gilaan, Inflasi Sumut Jadi yang Terburuk di Indonesia
Purbaya mengakui bahwa penilaian mengenai kualitas belanja daerah yang kurang efisien telah lama melekat di kalangan pengambil keputusan di pusat.
"Mungkin desentralisasi enggak jelek-jelek amat tapi pelaksanaan selama kemarin-kemarin mungkin ada image, ada kesan kurang bagus," ungkapnya.
Oleh sebab itu, ia menekankan agar pemda lebih dulu berbenah sebelum menuntut agar alokasi TKD tidak dipangkas. Purbaya bahkan berjanji akan memperjuangkan kenaikan kembali TKD apabila daerah menunjukkan kinerja anggaran yang lebih baik.
"Pada dasarnya tergantung mereka sendiri mau seperti apa ke depan. Kalau mereka bagus, mereka bisa meyakinkan pimpinan kan. Saya juga punya senjata tambahan untuk menjelaskan bahwa harusnya seperti ini lagi," jelasnya.
Sebelumnya, sekitar pukul 10.00 WIB, sejumlah kepala daerah yang tergabung dalam APPSI mendatangi kantor Kementerian Keuangan di Jakarta untuk menyampaikan aspirasi dan kekhawatiran atas pemangkasan TKD 2026.
Ketua Umum APPSI sekaligus Gubernur Jambi, Al Haris, menyampaikan bahwa hampir semua kepala daerah mengeluhkan penurunan anggaran yang dinilai dapat mengganggu keberlangsungan pembangunan di wilayah masing-masing.
"Kami hari ini sengaja dari APPSI, sengaja meminta waktu Pak Menteri untuk kami bercerita tentang keluh-kesah kami di daerah. Karena dengan TKD yang dikirim ke daerah luar biasa turunnya. Makanya dari itu semua daerah tadi menyampaikan apa-apa yang dirasakan di daerahnya masing-masing terkait dengan keberlangsungan pembangunan di daerahnya," ujar Haris setelah pertemuan.
Haris mencontohkan, di Provinsi Jambi sendiri, alokasi anggaran TKD tahun depan menurun drastis dari Rp 4,6 triliun menjadi Rp 3,1 triliun.
Pengurangan tersebut meliputi dana alokasi umum (DAU), dana bagi hasil (DBH), serta dana tunda salur yang sebelumnya menjadi penopang utama keuangan daerah.
Menurutnya, kondisi ini berpotensi mempengaruhi kemampuan pemda dalam membayar gaji aparatur sipil negara (ASN) serta menjalankan program-program pembangunan prioritas.
"Sulit mereka untuk mengembangkan daerahnya. Apalagi bicara visi misi, yang penting roda pemerintahan jalan aja oke lah itu, ya kan? Artinya apa? Jangan sampai yang hak pegawai terganggu karena berdampak kepada kinerja daerah nantinya. Itu masalahnya," tutur Haris.
Pemerintah pusat sendiri telah menetapkan besaran TKD dalam APBN 2026 sebesar Rp 693 triliun.
Jumlah itu sebenarnya meningkat Rp 43 triliun dari usulan semula sebesar Rp 649,99 triliun, namun tetap lebih kecil dibandingkan alokasi TKD pada APBN 2025 yang mencapai Rp 919,87 triliun.
Meski demikian, Purbaya menilai kebijakan ini tidak dimaksudkan untuk melemahkan daerah, melainkan mendorong mereka agar lebih efisien dan transparan dalam pengelolaan anggaran.
Ia berharap langkah ini menjadi momentum introspeksi bagi seluruh pemda agar ke depan, kualitas belanja publik bisa jauh lebih baik.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]