WahanaNews.co | Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menilai, jika pada saatnya Pertamina jadi membeli minyak dari Rusia, persoalannya tidak sesederhana bahwa minyak tersebut harganya murah.
Fahmy bahkan menilai keputusan untuk membeli minyak Rusia tersebut bisa menjadi blunder.
Baca Juga:
Pertamina Patra Niaga Salurkan Bantuan ke 7 Posko Erupsi Gunung Lewotobi
Hal tersebut dikatakan Fahmy dalam keterangannya, Jumat (1/4/2022).
Fahmy bahkan sangsi bahwa minyak tersebut akan murah.
Baginya, selama perang masih berlangsung, sukar untuk menyatakan dengan sederhana bahwa pembelian itu akan menguntungkan Indonesia.
Baca Juga:
Pertamina Manfaatkan Potensi Alam untuk Serap Karbon Lewat Dua Inisiatif Terintegrasi
Hal itu menurutnya karena banyaknya hal yang harus dipertimbangkan, tidak hanya soal sisi keekonomian minyak tersebut.
“Misalnya, harus pula kita pikirkan biaya risiko (cost of risk) dari minyak Rusia tersebut. Bila pemesanan Indonesia mengalami hambatan karena perang dan adanya sanksi negara-negara NATO, tentu sisi ‘murahnya’ pun jadi persoalan. Belum lagi fakta jauhnya jarak pengiriman dari Rusia ke Indonesia, yang tentu memberikan pengaruh signifikan terhadap harga saat minyak itu tiba,” kata doktor ekonomi tersebut.
Di sisi non ekonomi, pembelian minyak Rusia menurut Fahmy juga bisa membawa persoalan lain yang tak kurang akan merepotkan Indonesia.
“Karena Indonesia bukan anggota NATO, barangkali kita tak akan kena sanksi. Tetapi pasti Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya akan terganggu, tidak berkenan, dan ini bisa menimbulkan gangguan dalam hubungan luar negeri kita,” katanya.
“Ruwetnya persoalan itu ke depan akan lebih jelas manakala mempertimbangkan posisi Indonesia yang saat ini menjadi presidensi dalam G-20, yang di dalamnya negara-negara maju dari belahan Barat begitu dominan,“ sambungnya.
Fahmy lebih melihat rencana pembelian tersebut kurang dipikirkan secara matang dan komprehensif. Lebih jauh, bila rencana itu dijalankan, ia yakin akan mengundang banyak turunan masalah.
“Bisa jadi blunder,” kata dia.
Saat ditanya apakah bila pembelian tersebut terealisasi maka hal itu berarti sokongan Indonesia untuk terus berlangsungnya invasi Rusia di Ukraina, Fahmy menjawab diplomatis.
Menurutnya, hal itu bisa memungkinkan orang menyebut Indonesia berkontribusi dalam memperpanjang invasi yang menimbulkan banyak penderitaan bagi rakyat Ukraina.
“Bisa dikatakan begitu, manakala dana pembelian yang diterima Rusia itu mereka gunakan untuk berperang di Ukraina,” kata Fahmy. [gun]