WahanaNews.co | Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengklaim kinerja industri perbankan terjaga baik dengan pertumbuhan positif selama tahun 2022.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyampaikan industri perbankan juga mampu menahan tekanan perekonomian global.
Baca Juga:
OJK Lampung Catat Penyaluran Kredit UMKM Kuartal III-2024 Meningkat 14,42%
"Baiknya kinerja perbankan tersebut tidak terlepas dari pengawasan dan pengaturan yang dilakukan OJK. Juga dukungan kebijakan fiskal maupun moneter dalam menjaga stabilitas sistem keuangan," ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip dari Kontan. co.id, Senin (16/1).
Ia optimistis kondisi perbankan akan tetap terjaga dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Meskipun perlu diwaspadai risiko di tengah ketidakpastian global yang dapat menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
"Ke depan, OJK akan melanjutkan kebijakan mengenai konsolidasi perbankan, penguatan pengawasan yang terintegrasi. Juga penguatan integritas industri perbankan," tambahnya.
Baca Juga:
Solusi Baru untuk Lindungi Konsumen, OJK Luncurkan Pusat Penanganan Penipuan Keuangan
Selain itu OJK akan mengakselerasi pengembangan perbankan Syariah dengan meninjau ulang strategi pengembangan yang selama ini dilakukan, peningkatan akses dan kualitas commercial presence bank-bank Indonesia di negara lain, peningkatan kualitas pelayanan dan digitalisasi perbankan dalam mewujudkan well-functioning banking system yang berkontribusi terhadap perekonomian nasional.
Berdasarkan data OJK, pada November 2022 kredit perbankan tumbuh 11,16% secara tahunan, sedangkan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 8,78%.
"Tingkat pertumbuhan kredit dan DPK tersebut telah mencatatkan tingkat pertumbuhan yang melebihi level pra-pandemi Covid-19 dengan indikator risiko perbankan yang terjaga," jelas Dian.
Perkembangan perbankan yang baik juga tercermin dari kondisi likuiditas yang ample tercermin dari rasio AL/NCD dan AL/DPK masing-masing sebesar 134,97% dan 30,42%. Rasio likuiditas tersebut masih jauh di atas threshold, walaupun lebih rendah dari periode tahun lalu karena akselerasi penyaluran kredit dan kebijakan kenaikan rasio GWM.
Permodalan bank juga tergolong kuat dan diyakini mampu menyerap risiko yang dihadapi dengan CAR sebesar 25,49%. Risiko kredit cenderung menurun tercermin dari rasio NPL baik gross dan nett masing-masing sebesar 2,65% dan 0,75%, sementara itu Loan at Risk sebesar 15,12%.
Penurunan risiko kredit tersebut antara lain disebabkan membaiknya kualitas kredit yang direstrukturisasi dampak Covid-19.
Capaian tersebut tidak terlepas dari kebijakan OJK kepada industri perbankan dan pelaku usaha, antara lain perpanjangan restrukturisasi kredit dan beberapa kebijakan lain dalam upaya menghadapi dampak penyebaran Covid-19; Program Percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB); serta relaksasi restrukturisasi kredit terhadap debitur yang terkena dampak wabah penyakit mulut dan kuku (PMK). [eta]