Sementara golongan yang naik ke atas, harus membayar cukai yang sangat tinggi, dan harga jual harus naik pada segmen yang sama yang membuat mereka harus menyiapkan modal yang besar.
Selanjutnya, mereka juga harus bersaing dengan pabrikan besar yang sudah mapan.
Baca Juga:
Lebih Baik Stop Merokok, Tahun Depan Harganya Bakal Lebih Mahal!
“Ketidakmampuan bersaing dengan golongan besar akan membuat golongan menengah kecil gulung tikar,” ucapnya.
Henry Najoan juga menyoroti adanya wacana untuk melakukan simplifikasi berdasarkan jumlah produksi, dari batasan 3 miliar batang menjadi 2 miliar batang (quota reduction).
Menurutnya, apa pun bentuk simplifikasi dan penggabungannya, akan membuat IHT legal terutama menengah ke bawah akan mengalami kontraksi dan melemahkan daya saingnya.
Baca Juga:
Naikkan Tarif Cukai Rokok Tanpa Persetujuan DPR, Sri Mulyani: Saya Minta Maaf
Henry menegaskan, penurunan batasan produksi pada golongan I dari 3 miliar menjadi 2 miliar batang akan menciptakan gelombang kontraksi yang merugikan IHT legal golongan kecil dan menengah. “Kami menolak wacana pengurangan batasan produksi. Kalau masih harus disibukkan dengan penyesuaian penggolongan, kami khawatir akan lebih banyak mudaratnya bagi pabrik rokok legal dibanding manfaatnya,” ucapnya.
Sementara itu, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Edi Sutopo berpendapat, penyederhanaan (simplifikasi) cukai akan berdampak pada IHT skala kecil, karena harus head to head dengan IHT skala besar, dan imbas terbesar pada pabrik sigaret kretek tangan (SKT) yang menyerap banyak tenaga kerja.
“Simplifikasi berpotensi terhadap pengurangan tenaga kerja dan menimbulkan pengangguran baru. Karena itu, kami menolak rencana simplifikasi struktur cukai dan mempertahankan struktur cukai 10 layer),” kata Edi.