"Kan ada kriterianya dalam Undang-undang, bukan asal nambah," katanya".
Senada, Ekonom Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan ketika Kementerian Perumahan Rakyat dulu berdiri sendiri, masalah backlog perumahan juga masih ada. Karena itu, pemisahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tidak akan efisien.
Baca Juga:
Dari Pajak Digital, Negara Kantongi Rp 6,14 Triliun Hingga September 2024
"Rencana pemisahan ini saya melihat hanya untuk menampung keinginan politik dari parpol koalisi Prabowo," katanya.
Masalah backlog perumahan sekarang ini, sambungnya, bukan karena tiadanya Kementerian Perumahan, melainkan dari sisi permintaan atau masyarakat. Ia mengatakan kenaikan harga rumah sudah melebihi kenaikan pendapatan masyarakat. Apalagi ditambah suku bunga yang cukup tinggi.
"Relaksasi pemberian PPN (pajak pertambahan nilai) bisa meningkatkan permintaan perumahan namun terjadi cascading effect atau harga dinaikkan akibat relaksasi PPN," katanya.
Baca Juga:
Perjuangan Tekan Harga Tiket Pesawat Diungkap Menhub Budi Karya
Pengamat Indonesia Strategic and Economics Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan jika memang pemerintahan yang baru serius untuk mengatasi masalah backlog perumahan, maka pemisahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bisa menjadi langkah yang bagus dan strategis. Dengan begitu, kedua kementerian itu bisa lebih fokus dan efektif.
"Urgensi pemisahan keduanya cukup bisa dipahami dari kacamata ekonomi. Sehingga jika kemudian juga searah dengan kepentingan politik pemerintahan yang baru, maka akan semakin menguatkan pemisahan tersebut," katanya.
Kementerian Pekerjaan Umum, katanya, bisa lebih fokus kepada proyek-proyek pekerjaan umum yang sifatnya umum dan strategis.