Kondisi akan berbeda jika pelabuhan dibangun di tengah atau di akhir ketika kawasan industri sudah beroperasi. Hal itu disebut oleh Siswanto akan mengganggu distribusi barang karena belum adanya fasilitas pelabuhan.
Pilihan menggunakan Pelabuhan Belawan akan menambah biaya logistik mengingat jarak yang cukup jauh dari KEK Sei Mangkei maupun dari Kawasan Industri Kuala Tanjung.
Baca Juga:
Pemerintah Dukung Peningkatan Ekspor dan Hilirisasi Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan
"Membangun pelabuhan juga butuh waktu, tidak sebentar, tidak serta merta juga langsung bisa ramai, karena akan mengikuti barang atau muatan yang ada. Semua pasti sudah ada kajiannya. Jadi keberadaan Pelabuhan Kuala Tanjung sudah tepat, tinggal bagaimana pihak-pihak yang berkepentingan berkolaborasi serta memacu pengembangan kawasan industri yang ada di sekitar pelabuhan," tambah Siswanto.
Direktur Utama PT Prima Multi Terminal (PMT Kuala Tanjung) Eko Hariyadi Budiyanto mengatakan arus kapal dan barang di Pelabuhan Kuala Tanjung terus meningkat sejak beroperasi pertama kali pada tahun 2019.
Arus peti kemas pada tahun 2019 tercatat sebanyak 23,9 ribu teus, sementara pada tahun 2020 tercatat sebanyak 54 ribu teus. Arus peti kemas mengalami peningkatan pada tahun 2021 yang mencapai 70,3 ribu teus dan mengalami sedikit penurunan sebesar 0,5 persen pada tahun 2022.
Baca Juga:
Industri Kelapa Sawit Berperan Strategis bagi Perekonomian Indonesia
"Bukan hanya arus peti kemas yang mengalami peningkatan, arus barang curah kering juga tumbuh. Pada tahun 2022 lalu tercatat sebanyak 10,8 ton," kata Eko.
Selain peti kemas dan general cargo, Pelabuhan Kuala Tanjung juga menangani kegiatan bongkar muat curah cair dan general cargo. Perseroan mencatat arus curah cair pada tahun 2019 sebanyak 102 ribu ton, lalu pada tahun 2020 arus meningkat menjadi 366 ribu ton. Arus curah cair pada tahun 2021 tercatat sebanyak 672 ribu ton.
Sementara untuk arus barang general cargo, pada tahun 2021 sebanyak 4,1 ribu ton menjadi 63,1 ribu ton pada tahun 2022.