WahanaNews.co, Jakarta - Dampak tingginya tingkat inflasi terlihat pada performa perusahaan, termasuk yang mengelola bisnis terkenal.
Salah satunya adalah PT Fast Food Indonesia Tbk. (FAST), perusahaan yang mengoperasikan restoran cepat saji KFC di Indonesia.
Baca Juga:
Tim Basket SMA BPK Penabur Cirebon Kawinkan Gelar Juara Honda DBL with KFC 2022 West Java Series
FAST melaporkan kerugian bersih sebesar Rp 152,41 miliar hingga kuartal III tahun ini, mengalami peningkatan signifikan sebanyak 815,69% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 17,16 miliar.
Dalam laporan keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga bulan September 2023, pendapatan FAST meningkat sebesar 7,04% secara tahunan, mencapai total Rp 4,61 triliun.
Peningkatan pendapatan ini terutama berasal dari segmen makanan dan minuman, yang naik sebesar 7,39% menjadi Rp 4,6 triliun.
Baca Juga:
DAM Dukung Generasi Muda Lewat Honda DBL with KFC 2022 West Java Series
Sementara, beban pokok penjualan sebesar Rp 1,72 triliun atau naik 6,38% secara tahunan. Sehingga, FAST masih membukukan pertumbuhan laba kotor sebesar 7,43% secara tahunan menjadi Rp 2,89 triliun.
Namun, beban penjualan dan distribusi yang naik dari sebelumnya Rp2,2 triliun menjadi Rp2,45 triliun. Kemudian beban umum dan administrasi naik 19,96% secara tahunan menjadi Rp 631,17 miliar.
Sehingga hal itu membuat FAST mencatat rugi usaha sebesar Rp 146,62 miliar hingga kuartal III tahun ini dari sebelumnya mencetak laba yang sebesar Rp20,48 miliar.
Melansir CNBC Indonesia, total aset perusahaan mencapai Rp3,77 triliun hingga kuartal III, mengalami penurunan sebesar 1,21% year-to-date (YtD). Sementara itu, liabilitas mengalami peningkatan sebesar 3,98% YtD menjadi Rp 2,87 triliun, sedangkan ekuitas tercatat sebesar Rp 904,88 miliar, mengalami penurunan sebesar 14,72% YtD.
Manajemen menjelaskan bahwa beberapa faktor telah menggerus operasional perusahaan.
Di antaranya, kenaikan harga beberapa bahan baku yang disebabkan oleh inflasi dan tambahan biaya material handling akibat kenaikan upah minimum dan kenaikan harga bahan bakar minyak.
Manajemen menyatakan, "Tidak semua kenaikan harga bahan baku utama seperti ayam dapat diatasi dengan menaikkan harga jual menu, yang pada akhirnya dapat berdampak pada penurunan transaksi," pada hari Selasa (21/11/2023) pekan ini.
Selain itu, perusahaan juga menghadapi persaingan yang ketat dengan merek QSR terkenal lainnya yang juga memanfaatkan kondisi pasca pandemi.
Kenaikan upah minimum secara nasional juga tidak dapat diimbangi dengan penyesuaian harga menu yang minimal.
Terakhir, kenaikan nilai tukar mata uang yang mengakibatkan kenaikan harga bahan baku impor juga menjadi salah satu faktor penggerus operasional perusahaan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]