WahanaNews.co | Serikat Petani Indonesia (SPI) minta pemerintah mewaspadai biaya produksi pertanian yang naik signifikan dalam beberapa bulan terakhir ini.
Kenaikan diperkirakan berpengaruh pada produksi bulan-bulan berikutnya.
Baca Juga:
Polda Kalsel Berhasil Selamatkan 463.299 Petani dari Peredaran Pupuk Ilegal
Ketua Departemen Kajian Strategis Nasional Dewan Pengurus Pusat SPI Mujahid Widian mengatakan biaya produksi tetap perlu diperhatikan meskipun Nilai Tukar Petani (NTP) Juni 2022 naik 0,52 persen dibanding NTP bulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat NTP Juni 2022 sebesar 105,96.
"Dari data yang dipublikasikan BPS, kita lihat lb atau harga yang harus dikeluarkan petani terus mengalami peningkatan. Sementara lt ataupun harga yang diterima petani, kendati secara keseluruhan meningkat tetapi jika kita lihat di masing-masing subsektor cukup mengkhawatirkan," ujar Mujahid dalam keterangan resminya, Selasa (5/7).
Ia mencontohkan subsektor tanaman pangan dengan nilai NTP yang berada di bawah 100 atau standar impas. Penurunan itu disebabkan oleh merosotnya harga komoditas jagung, sementara untuk gabah relatif stabil. Kondisi tersebut dihadapkan pada naiknya biaya yang harus dikeluarkan petani, baik untuk konsumsi maupun biaya produksi.
Baca Juga:
Kekeringan Ancam Panen Padi di Labura, Petani Terancam Rugi
Kemudian, pada subsektor hortikultura kenaikan NTP dipengaruhi akibat minimnya pasokan. Hal ini terjadi seperti yang dialami cabai. Tingginya permintaan kemudian membuat harga cabai melonjak tinggi selama Juni 2022.
Berbeda dengan NTP tanaman pangan, kenaikan NTP hortikultura tertahan oleh tingginya biaya produksi dan penambahan modal dibanding dengan kenaikan indeks konsumsi.
"Untuk jenis sayur-sayuran daun juga mengalami kenaikan. Di Bogor misalnya, karena petani banyak yang tidak menanam ketika libur lebaran lalu, terjadi penurunan produksi saat ini. Faktor harga yang jarang kali stabil juga berdampak, banyak petani yang enggan menanam," ujar Mujahid.