WahanaNews.co | Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga terus berkomitmen untuk meningkatkan kualitas jalan nasional di Provinsi Jambi, termasuk kerusakan jalan umum akibat dilintasi angkutan batubara.
Perbaikan kerusakan jalan akibat angkutan batubara dapat dilakukan dengan syarat bahwa peruntukannya sesuai dengan aturan perundang-undangan, dalam hal ini jumlah kendaraan sesuai kapasitas jalan dan beban kendaraan sesuai kapasitas struktur perkerasan.
Baca Juga:
Tingkatkan Daya Saing, Kementerian PU Gelar Konstruksi Indonesia 2024 di ICE BSD
Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR Hedy Rahadian mengatakan anggaran yang dibutuhkan untuk memperbaiki jalan nasional yang rusak akibat dilintasi angkutan batubara di Jambi sekitar Rp824 miliar dengan kondisi kendaraan normal. Tetapi kalau kendaraannya seperti sekarang dibutuhkan Rp8,4 triliun.
“Jadi ini kenapa terjadi karena semakin besar suatu kendaraan, dampak merusaknya itu pangkat empat (16 kali). Itu sebabnya kita membatasi beban standar kita,” kata Hedy Rahadian saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi V DPR RI di Senayan, Rabu (29/3/2028).
RDP Komisi V DPR ini menanggapi aspirasi dari masyarakat Provinsi Jambi tentang kondisi jalan nasional yang rusak dan macet akibat dilintasi angkutan batubara, mengingat fungsi jalan merupakan infrastruktur vital dalam mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat.
Baca Juga:
Konstruksi Indonesia 2024, Menteri Dody Tekankan Penggunaan Produk Dalam Negeri
Kementerian PUPR melalui Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Jambi, Ditjen Bina Marga pada 2023 menganggarkan Rp 440,89 miliar untuk kegiatan penanganan preservasi jalan dari total alokasi anggaran untuk Provinsi Jambi sebesar Rp560,52 miliar.
Anggaran tersebut tidak sesuai dengan beban jalan nasional di Jambi akibat lonjakan jumlah kendaraan angkutan batubara dan beban kendaraan yang kerap melebihi kapasitas atau Overload Overdimension (ODOL) yang setiap harinya parkir di bahu jalan.
“Mohon bahwa negara ini membiayai jalan untuk angkutan sesuai dengan yang diatur perundang-undangan. Kalau keluar dari itu, artinya negara akan kebobolan dalam kebutuhan anggaran jalan,” kata Hedy Rahadian.