Keempat, program negara yang sah harus tercantum dalam nota keuangan yang resmi diajukan pemerintah kepada DPR. Karena itu, setiap kebijakan di luar proses legislasi berpotensi menjadi pelanggaran konstitusi.
"Jika ada kebijakan dan program nyelonong dengan memanfaatkan anggaran maka kebijakan tersebut hanya kehendak individu pejabat dan tidak ada proses legislasi, maka ini terindikasi melanggar konstitusi dan undang-undang negara," jelas Didik.
Baca Juga:
Jejak Kontroversi Johanis Tanak, dari OTT Keliru hingga Hadiri Acara dengan Saksi Kasus Korupsi
Kelima, Didik menegaskan setiap rupiah dari APBN wajib melalui pembahasan DPR. Hasilnya kemudian dirumuskan dalam Badan Anggaran dan disahkan di sidang paripurna.
"Baru setelah melewati proses legislasi seperti ini anggaran negara tersebut bisa dialokasikan untuk dilaksanakan di sektor-sektor oleh kementerian lembaga dan di daerah oleh pemda," paparnya.
Keenam, aturan pelaksanaan anggaran dan pengelolaan kas dijalankan oleh Kementerian Keuangan berdasarkan undang-undang, sehingga tidak bisa ditabrak oleh pejabat mana pun.
Baca Juga:
Jika Dana Rp200 Triliun Tak Terserap, Ini Siasat Menkeu Purbaya
Ia juga menyebut kebijakan ini berpotensi melanggar UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, terutama Pasal 22 ayat (4), (8), dan (9).
Pasal itu menjelaskan bahwa rekening penerimaan dan pengeluaran hanya boleh dibuka untuk kepentingan operasional APBN. Dana di Rekening Umum Kas Negara pun harus sesuai kebutuhan pemerintah yang telah ditetapkan di APBN.
"Pengeluaran anggaran negara untuk program-program yang tidak ditetapkan oleh APBN jelas melanggar Ayat 9," tegas Didik.