Lebih mengkhawatirkan lagi, dana sebesar itu tidak tercatat sebagai kewajiban dalam laporan keuangan operator, yang membuka peluang pengakuan pendapatan fiktif.
“Kalau ini tidak dianggap masalah, kita sedang menyaksikan penghilangan nilai ekonomi rakyat secara sistemik. Bahkan, ini berpotensi melanggar hukum pidana korupsi,” tandas Iskandar.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Tekad PLN Icon Plus dalam Menyediakan Internet Cepat dan Terjangkau untuk Masyarakat
Atas dasar itu, IAW mendorong adanya langkah hukum kolektif atau class action, serta uji materi terhadap regulasi yang dinilai memberi celah terjadinya praktik penghangusan kuota.
Mereka juga menuntut revisi terhadap UU Telekomunikasi dan UU Perlindungan Konsumen untuk mempertegas bahwa kuota adalah hak milik digital konsumen, bukan semata jasa terbatas waktu.
Lebih tegas lagi, Iskandar menyerukan agar Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) demi menjamin perlindungan digital bagi rakyat.
Baca Juga:
Polri Sebut AKBP Fajar Buat Konten Porno Anak dan Unggah ke Situs Internet
Menurutnya, isu ini tak bisa lagi dianggap sebagai sekadar masalah layanan internet.
“Kuota yang dibeli bukanlah sampah. Tapi dengan sistem sekarang, kuota menjadi sampah digital termahal di dunia. Kalau aparat penegak hukum terus diam, maka negara gagal melindungi hak digital rakyatnya sendiri,” ucapnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.