WahanaNews.co, Jakarta - Ketua Tim Pengarah Satgas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara yang juga Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan menyebut ada 700 perusahaan sawit yang belum melapor kepemilikan lahan sawit kepada satuan tugas yang dipimpinnya.
Hal itu didapat dari proses lapor diri alias self reporting yang digelar pemerintah pada 3 Juli-3 Agustus 2023. Luhut mengatakan dalam proses itu, ada 1.870 perusahaan patuh melapor melalui Sistem Informasi Perizinan Perkebunan alias SIPERIBUN.
Baca Juga:
Korupsi dan Pencucian Uang di Lahan Sawit, Kejaksaan Agung Tetapkan 7 Korporasi Tersangka
"Namun, masih ada sekitar 700 perusahaan yang belum melaporkan data mereka melalui SIPERIBUN," kata Luhut dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23/8) kemarin.
Meskipun masih ada 700 yang belum lapor, Luhut mengatakan sejatinya jumlah partisipasi perusahaan yang sudah lapor ini meningkat dari torehan sebelumnya yang hanya 959.
"Saya menegaskan bahwa perusahaan yang telah dimasukkan dalam Surat Keputusan (SK) Data dan Informasi (Datin) dan sedang dalam proses dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), wajib untuk melakukan pelaporan data di SIPERIBUN tanpa terkecuali," tegas Luhut dalam keterangan tertulis, Rabu (23/8).
Baca Juga:
Pemerintah AS Bakal Memecah Google, Berikut Penyebabnya
Secara khusus, Luhut juga menyentil 647 perusahaan dalam daftar SK Datin yang belum lapor mandiri di platform SIPERIBUN.
Satgas Sawit lantas membuka kesempatan terakhir bagi perusahaan tersebut agar segera melapor pada 23 Agustus hingga 8 September 2023. Selain itu, para perusahaan sawit yang sudah melapor juga diminta memperbaiki kualitas data.
"Sekali lagi, kami juga ingin memberikan kesempatan kepada semua perusahaan untuk mematuhi kewajiban self reporting ini. Namun, bagi yang masih tidak melaporkan, tindakan tegas akan diambil oleh pemerintah," ancam Luhut.
Di lain sisi, Satgas Sawit sudah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Nantinya, setiap data yang masuk akan diverifikasi sesuai prinsip-prinsip yang ditetapkan.
Luhut menegaskan proses ini dilakukan pemerintah untuk memperbaiki tata kelola industri sawit tanah air. Harapannya, penerimaan negara bisa lebih optimal setelah serangkaian proses ini.
"Perusahaan-perusahaan diharapkan hadir dalam pemanggilan verifikasi ini dan memberikan kontribusi yang konstruktif. Kami menegaskan komitmen kami untuk menjalankan proses ini dengan adil dan tegas," tandasnya.
Luhut menyebut banyak pengelola lahan sawit yang tak taat pajak. Data yang dikantongi luasan lahan sawit yang pengelolanya tak taat pajak itu mencapai 9 juta hektare.
Kesimpulan itu ia dapat setelah meminta BPKP mengaudit tata kelola industri dan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Luhut bercerita beberapa waktu lalu Presiden Jokowi menunjuknya menjadi Ketua Pengarah Satgas Tata Kelola Industri Sawit.
Setelah penunjukan itu, ia meminta kepada BPKP untuk mengaudit tata kelola industri sawit di RI. Hasil audit menunjukkan ada 14,6 juta hektare lahan sawit.
"Kelapa sawit itu kan laporannya 14,6 juta hektare. Setelah kami audit, saya minta BPKP audit, karena kita mesti audit dulu supaya kita tahu dari mana mulai kerja. Baru saya tahu hanya 7,3 juta hektare yang bayar pajak," jelasnya di The Westin Jakarta, Selasa (9/5).
Luhut mengaku belum puas dengan hasil audit tersebut. Ia akhirnya meminta agar BPKP melakukan audit lagi secara menyeluruh terhadap tata kelola industri sawit.
Hasil audit menyeluruh ini ternyata berbeda dengan yang sebelumnya.
"Belum selesai audit itu, saya suruh audit seluruh izin kelapa sawit. Ternyata izin kelapa sawit ada 20,4 juta hektare, yang tertanam 16,8 juta hektare yang belum bayar pajak itu 9 juta hektare," tegas Luhut.
Karena data yang berbeda-beda itulah kemudian Luhut memerintahkan pengusaha sawit untuk secara sukarela melaporkan data lahan mereka ke pemerintah.
[Redaktur: Sandy]