Praktik ini menyebabkan Pertamina harus membayar harga impor minyak yang lebih tinggi dari seharusnya. Bahkan, dalam proses pengadaan, mereka menggunakan sistem spot alih-alih pemilihan langsung jangka panjang, sehingga menyebabkan harga semakin mahal.
Kejaksaan juga mengungkap adanya praktik mark-up dalam kontrak pengiriman minyak yang dilakukan oleh Yoki Firnandi, menyebabkan Pertamina Patra Niaga harus membayar biaya tambahan sebesar 13–15 persen.
Baca Juga:
Libur Tahun Baru Islam, Pertamina Siaga Tambahan Gas Subsidi dan Pantau SPBU
Uang hasil penggelembungan harga ini diduga mengalir ke beberapa tersangka lainnya.
Pertamina Bantah Isu Pertamax Oplosan
Sementara itu, Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, membantah adanya peredaran Pertamax oplosan dengan nilai RON lebih rendah dari standar.
Baca Juga:
Libur Panjang Iduladha, Pemerintah Jamin Energi Cukup untuk Masyarakat
Ia menegaskan bahwa semua BBM yang diterima berasal dari kilang dalam negeri maupun impor, dengan standar RON 92 sebelum didistribusikan.
"Kami menerima BBM dengan RON 92 dari luar negeri maupun dalam negeri. Meskipun masih dalam bentuk base fuel tanpa aditif, RON-nya tetap sesuai standar sebelum masuk ke terminal dan SPBU," ujar Mars Ega dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (26/2/2025).
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.