Lydia menjelaskan, ada dua alasan pemerintah menetapkan pajak hiburan sebesar 40-75 persen. Pertama, pemerintah menetapkan batas bawah pajak hiburan untuk diskotek hingga spa karena termasuk jasa hiburan khusus. Pemerintah berpandangan, sektor tersebut tidak dinikmati oleh masyarakat secara umum. Atas dasar itu, perlu adanya perlakuan khusus terhadap diskotek hingga spa.
"Untuk mempertimbangkan rasa keadilan dalam upaya mengendalikan, dipandang perlu untuk menetapkan tarif batas bawahnya," jelas Lydia.
Baca Juga:
Wamenkeu Suahasil: Sektor Keuangan Jadi Game Changer Pembangunan Indonesia
Sementara itu, pemerintah juga tidak ingin pemerintah daerah berlomba-lomba memberikan pajak hiburan yang rendah terhadap jasa hiburan khusus.
Jasa hiburan dan wisata sudah pulih
Lebih lanjut, Lydia juga merespons keluhan pelaku usaha yang mengaku belum sepenuhnya pulih setelah pandemi Covid-19.
Baca Juga:
Selenggarakan Forum Bakohumas, Kemenkeu Tekankan Langkah-langkah Pengelolaan Anggaran Jelang Akhir Tahun
Menurut Lydia, industri jasa hiburan dan wisata sebenarnya sudah pulih. Ini terlihat dari setoran pajak hiburan yang sudah mendekati level sebelum pandemi Covid-19.
"Kalau situasinya (disebut) belum pulih dari Covid, data kami sudah rebound pajak daerah dan hiburan," katanya dikutip dari Kompas.com, Rabu (17/1/2024). Ia menuturkan, ada kenaikan penerimaan negara dari pajak hiburan sebesar Rp 2,2 triliun pada 2023 setelah sempat menurun menjadi Rp 1,5 triliun pada 2022 dan Rp 477 miliar pada 2021.
[Redaktur: Tumpal Gultom]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.