“Pasca komitmen iklim terbaru dari China, Korea Selatan, dan Jepang kapasitas PLTU Batubara dalam pembangunan secara global relatif menurun. Angka ini tentu akan meningkat ketika China, Korea Selatan, Jepang sebagai pendukung utama proyek PLTU di Indonesia menarik diri dari proyek-proyek yang masih direncanakan untuk memenuhi target komitmen iklim mereka.” kata Andri Prasetiyo, peneliti Trend Asia.
Sementara itu, laporan terbaru yang dikeluarkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) bulan ini memastikan bahwa penurunan batu bara secara radikal harus terjadi pada dekade ini.
Baca Juga:
Pemkab Batang Apresiasi Kontribusi PT Bhimasena Power dalam Layanan Kesehatan dan Pembangunan
Laporan IPCC tersebut menunjukan bahwa dunia sudah tidak memiliki anggaran karbon (carbon budget) untuk pembangunan PLTU batu bara baru dan penggunaan batu bara harus turun 75% pada tahun 2030 (dari level 2019) agar dapat menahan kenaikan suhu global dibawah 1.5 derajat Celcius sesuai dengan Perjanjian Paris.
“Rencana pembangunan PLTU batu bara harus berhenti sekarang” kata Flora Champenois dari Global Energy Monitor.
“Arahan dari laporan IPCC terbaru untuk memperjuangkan iklim sudah jelas hentikan pembangunan PLTU batu bara baru dan segera pensiunkan yang masih beroperasi di negara maju pada 2030, dan negara lain menyusul setelahnya,”
Baca Juga:
Usut Tuntas Skandal Proyek PLTU 1 Kalbar, ALPERKLINAS: Jangan Sampai Pasokan Listrik ke Konsumen Terhambat
“Banyak negara berkembang yang sudah memangkas rencana mereka untuk membangun PLTU batu bara baru, dengan penurunan terbesar terjadi di India, Vietnam, Bangladesh, dan Mesir. Negara maju telah mengumumkan rencana baru untuk penghentian batu bara dan pemensiunan PLTU. Sekarang, negara dengan target nol emisi yang belum memiliki target penghentian batu bara harus lebih serius,” kata Lead Analyst dari Centre for Research on Energy and Clean Air, Lauri Myllyvirta.
“Di China, rencana untuk pembangunan PLTU baru bara baru tetap diumumkan, idealnya, ambisi pemerintah China untuk meningkatkan produksi energi bersih pada 2025 berarti harus dilakukan bersamaan dengan penurunan pengoperasian PLTU batu bara walau kapasitas meningkat. Jika rencana PLTU batu bara baru tidak dikontrol, maka overcapacity dapat menghambat dan mempersulit transisi energi di China.” lanjut Lauri.
Sementara itu, pihak E3G Leo Roberts memaparkan, dampak dari invasi Rusia ke Ukraina pada pasar energi global telah memperjelas situasi yang kita sudah ketahui membangun PLTU batu bara baru adalah kesalahan yang mahal.