Fenomena serupa terjadi di warung bakar ikan tak jauh dari pasar tersebut. Sebuah rombongan turis asing datang hanya untuk duduk nongkrong dan berbincang, sementara satu orang saja yang membeli ikan.
Lebih menyebalkan lagi, mereka membawa minuman dari luar, meski warung tersebut menyediakan minuman yang lengkap. Akhirnya, pemilik warung pun mengusir mereka karena merasa terganggu dengan perilaku tersebut.
Baca Juga:
Jaga Peringkat Bali di PON, KONI Denpasar Siapkan Regenerasi Atlet Sejak Dini
Kondisi ini menunjukkan bahwa pariwisata Bali membutuhkan perhatian serius.
Banyak turis dengan anggaran minim, yang dikenal sebagai turis "receh", menguasai kawasan wisata Bali, dan ini membutuhkan langkah konkret dari pemerintah dan pelaku pariwisata untuk menciptakan solusi.
Wayan Puspa Negara, Ketua Aliansi Pelaku Pariwisata Marginal Bali, mengungkapkan bahwa fenomena ini memang terjadi di Bali.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi Tekad Pemprov Bali Capai Bebas Sampah 2026 dan Batasi Plastik Sekali Pakai
Di seluruh dunia, ada empat kategori turis: Backpacker, Midlelow, Midleup, dan Jetzet. Namun, di Bali, turis kategori Backpacker sudah menjadi langganan, dan jumlahnya terus meningkat.
“Jika ingin mengatasi masalah ini, Bali perlu seleksi wisatawan, seperti halnya yang dilakukan negara Bhutan yang membatasi jumlah turis. Bali harus menuju wisatawan berkualitas,” ujarnya.
Iryanti, seorang pengamat pariwisata, menanggapi maraknya turis bokek di Bali dengan menyatakan bahwa fenomena ini menunjukkan perlunya pembenahan dalam pengelolaan pariwisata Bali.