WahanaNews.co | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan agenda pemeriksaan terhadap mantan Ketua DPR RI, Marzuki Alie,
terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi di
Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2011-2016.
Plt Juru
Bicara KPK mengatakan, Marzuki
Alie diperiksa atas kapasitasnya sebagai saksi untuk
tersangka Hiendra Soenjoto selaku Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal
(MIT).
Baca Juga:
SYL Copot Pegawai Kementan Buntut Tak Penuhi Permintaan Rp 215 Juta
"Yang
bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka HS (Hiendra
Soenjoto)," kata Ali kepada Wartawan, Senin (16/11/2020).
Sebelumnya,
nama Marzuki Alie
sempat disebut dalam sidang kasus tersebut dengan
terdakwa mantan Sekretaris MA, Nurhadi, dan menantunya, Rezky Herbiyono.
Di mana nama Marzuki Alie dan Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, mencuat saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menggali keterangan dari saksi Komisaris PT Multitrans Logistic
Indonesia, Hengky Soenjoto, yang tak lain adalah kakak dari Hiendra Soejonto,
penyuap Nurhadi dan Rezky.
Baca Juga:
Dugaan Korupsi Dana Pensiun Bukit Asam, Kejati DKI Tetapkan 5 Tersangka
Awalnya,
Jaksa membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Nomor 52 dan mengonfirmasi keterangan di BAP soal kedekatan
Hiendra dengan Marzuki Alie.
Saat
berperkara dengan Direktur Keuangan PT MIT Ashar Umar, Hengky, seperti dalam
keterangannya di BAP, dimintai tolong untuk menyampaikan ke Marzuki Alie dan Pramono Anung terkait penangguhan penahanan Hiendra.
Diketahui,
Hiendra saat itu tengah bermasalah di Polda Metro Jaya. Saat itu, Hiendra
tengah bersengketa dengan Ashar Umar hingga ditetapkan tersangka dan ditahan.
"Marzuki Alie sangat dekat, tapi
setelah Hiendra Soenjoto melawan Azhar Umar saya pernah dimintai tolong oleh
Hiendra agar disampaikan ke Marzuki Alie agar disampaikan
ke Pramono Anung, Menteri Sekretaris Negara saat itu, agar penahanan Hiendra ditangguhkan. Hal itu
disampaikan di kantor Hiendra di kompleks pergudangan saat pertemuan saya
pertama dengan Marzuki Alie namun pada saat
itu hiendra tidak bisa keluar tahanan juga," ungkap jaksa saat membacakan
BAP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/11/2020).
Selain
itu, Hengky, dalam BAP disebut, diperintah Hiendra untuk
menawarkan cessie atau surat pembayaran utang dari UOB sebesar Rp 110 miliar dengan imbalan Marzuki Alie masuk menggantikan Azhar umar menjadi Komisaris PT MIT.
Namun,
setelah disampaikan Marzuki Alie tidak punya uang
sebanyak itu. Beberapa waktu kemudian disampaikan hasil pertemuan yang
dimaksud, Hiendra menyampaikan dirinya sudah memberikan opsi lain ke Marzuki Alie, yaitu meminjam uang sekitar Rp 6-7 miliar yang akan digunakan untuk
mengurus perkaranya Hiendra Soenjoto dengan imbalan akan dihitung sebagai
penyertaan modal atau saham di PT MIT.
Hal
tersebut pun diiyakan oleh Hengky.
"Ya
betul," kata Hengky setelah mendengar penjelasan Jaksa.
Jaksa pun
mencecar Hengky menanyakan soal perkara mana yang diurus Hiendra dengan duit
pinjaman dari Marzuki Alie.
Hengky
mengaku bahwa utang kepada Marzuki Alie dipakai Hiendra
untuk urus hal lain, bukan perkara.
Namun,
lanjut Hengky, hal tersebut diketahui oleh Marzuki dan membuatnya marah besar
terhadap Hiendra. Uang yang dipinjam dari Marzuki justru dipakai oleh Hiendra
untuk keperluan lain, bukan mengurus perkara antara UOB dan MIT.
"Pak
Hiendra ngomong ke Marzuki seperti itu, dia bilang ke Pak Marzuki, UOB akan
diurus Hiendra kalau menang sahammnya akan dimasukin ke perusahaan Pak Hiendra,
janji itulah yang kemudian membuat Marzuki mau mengeluarkan uang, jadi akhirnya
memang ditransfer dibayar Marzuki dengan iming-iming bisa menyelesaikan perkara
sampai menang," katanya.
Sebelumnya,
JPU KPK mendakwa mantan Sekretaris MA, Nurhadi, dan menantunya, Rezky Herbiyono, menerima gratifikasi.
Keduanya
didakwa menerima gratifikasi sejumlah Rp 37.287.000.000 dari sejumlah pihak yang beperkara di lingkungan pengadilan
tingkat pertama, banding, kasasi, hingga peninjauan kembali (PK).
Selain
itu, Nurhadi
bersama-sama Rezky Herbiyono didakwa menerima suap Rp 45.726.955.000 dari Direktur PT MIT, Hiendra Soenjoto. [qnt]