WahanaNews.co, Jakarta – Pegiat anti korupsi dari LSM Pemantau Kinerja Anggaran (PERKARA) menyoroti kinerja Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Banten, Arlan Marzan.
Sorotan tersebut, terkait dengan penunjukan PT Lambok Ulina melului e-purchasing sebagai pelaksana proyek pekerjaan pembangunan ruas jalan ciparay–cikumpay dengan nilai kontrak Rp87.697.000.000. Spesifikasi pekerjaan pembangunan jalan, beton FS 4,5 MPa+wiremesh dan peke, volume pekerjaan 12,27 Km.
Baca Juga:
Soal Penggeledahan Rumah Djan Faridz di Kasus Harun Masiku, Ketua KPK Buka Suara
Kepada wartawan, Ketua Umum LSM Perkara, Hardiman Sinurat, Selasa (16/4/2024) dikantornya, membeberkan bahwa PT Lambok Ulina sesungguhnya tidak layak untuk mengerjakan proyek tersebut. Pasalnya, perusahaan ini adalah perusahan rental atau pinjaman dan selalu bermasalah.
“Hasil penelusuran kami PT Lambok Ulina sejak dulu adalah perusahaan rental. Bila mana ada yang hendak meminjam akan meyulap surat kuasa direksi atau direksi cabang, seolah-olah PT Lambok Ulina memiliki direksi atau cabang di wilayah ditempat proyek pemerintah akan didapat,” terang Hardiman.
Hardiman menguraikan, PT Lambok Ulina dilarang oleh pemerintah mengerjakan dan atau mengikuti tender proyek pengadaan barang/jasa yang dananya bersumber dari APBN/APBD selama 1 (satu) tahun sebagaima tertuang dalam putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Republik Indonesia dalam perkara nomor 15/KPPU-L/2023, tanggal 08 desember 2023.
Baca Juga:
Jejak Pelarian Buron e-KTP Paulus Tannos, Terdeteksi di Thailand Ditangkap di Singapura
“Atas temuan ini jauh hari kami telah bersurat kepada Kepala Dinas PUPR Provinsi Banten, agar memutus kontrak dengan PT Lambok Ulina, karena perusahaan tersebut masih tersangkut masalah hukum. Tapi himbauan kami tidak dihiraukan,” bebernya.
Dia juga menuding, paket pekerjaan pembangunan ruas jalan ciparay-cikumpay tidak dilelang secara terbuka, tetapi melalui e-purchasing, yang pada intinya untuk mempermudah Kepala Dinas PUPR Provinsi Banten memilih rekanan tertentu tanpa ada persaingan harga.
“Kami menduga telah terjadi persekongkolan dengan pihak yang meminjam PT Lambok Ulina, karena tidak mungkin Dinas PUPR Provinsi Banten menunjuk PT Lambok Ulina melalu e-purchasing mengerjakan proyek Rp87 miliar karena perusahan tersebut masih tersangkut dalam permasalah hukum,” tukas Hardiman.