WahanaNews.co, Gaza - Sebanyak 14 negara secara terang-terangan menolak resolusi gencatan senjata antara Israel dengan kelompok militan Palestina, Hamas.
Resolusi tersebut ditawarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB dalam Sidang Majelis Umum hari kedua di New York, Amerika Serikat, pada Jumat (27/10/2023) malam lalu.
Baca Juga:
Kerap Diserang Israel, PBB Sebut Argentina Jadi Negara Pertama Tarik Pasukan dari UNIFIL
Negara-negara yang menolak resolusi gencatan senjata antara Israel dan kelompok militan Palestina, Hamas, yang telah menewaskan lebih dari 10 ribu warga Palestina termasuk Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan sebagian besar negara Eropa.
Negara mana saja yang menolak resolusi gencatan senjata? Ini dia.
1. Israel
Baca Juga:
Netanyahu Tawarkan Rp79 Miliar untuk Bebaskan Satu Sandera di Gaza
2. Amerika Serikat
3. Austria
4. Kroasia
5. Republik Cek
6. Fiji
7. Guatemala
8. Hongaria
9. Kepulauan Marshall
10. Mikronesia
11. Nauru
12. Papua New Guinea
13. Paraguay
14. Tonga
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu beralasan bahwa gencatan senjata dalam perang Gaza berarti “menyerah pada Hamas”. Dengan begitu, dia memastikan bahwa hal itu tidak akan terjadi. Netanyahu malah bersumpah bahwa Israel akan berjuang habis-habisan sampai pertempuran dimenangkan.
“Seruan gencatan senjata adalah seruan agar Israel menyerah pada Hamas, menyerah pada terorisme, menyerah pada barbarisme. Ini tidak akan terjadi,” kata Netanyahu dalam sebuah konferensi pers pada Senin, 30 Oktober 2023 lalu.
Netanyahu juga mengungkapkan bahwa para tentaranya akan melakukan berbagai upaya untuk mencegah jatuhnya korban sipil di Gaza.
Di sisi lain, dia menuding Hamas lah yang bertanggung jawab atas tingginya angka kematian di Gaza. PM Israel itu juga menuduh kelompok tersebut menggunakan warga sipil sebagai tameng.
Sedangkan Amerika Serikat menolak seruan gencatan senjata di Gaza dengan alasan gencatan senjata hanya mempeluangi kelompok Hamas untuk mengumpulkan kekuatan dan menyiapkan serangan lebih lanjut terhadap Israel.
“Ini merupakan situasi yang tidak dapat ditoleransi oleh negara mana pun, yang telah mengalami serangan teroris brutal dan terus melihat ancaman teroris tepat di perbatasannya,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller kepada wartawan dalam konferensi pers harian.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pembicaraan sedang dilakukan untuk pembebasan selusin sandera yang ditahan oleh kelompok Islamis, termasuk enam orang Amerika, sebagai imbalan atas gencatan senjata tiga hari di Gaza.
"Saya ingin mengesampingkan segala macam rumor palsu yang kami dengar dari berbagai arah, dan menegaskan kembali satu hal yang jelas: tidak akan ada gencatan senjata tanpa pembebasan sandera kami," kata Netanyahu seperti dikutip AFP.
Sumber yang dekat dengan Hamas menyatakan bahwa gencatan senjata diintermediasi untuk memberi Mesir waktu tambahan dalam menyalurkan bantuan kemanusiaan dan memungkinkan Hamas membebaskan 12 sandera.
Terdapat perbedaan pendapat seputar periode waktu gencatan senjata, terutama di sekitar utara Jalur Gaza yang mengalami operasi tempur yang intensif.
Pada Rabu lalu, sumber terpisah yang mengetahui pembicaraan tersebut mengungkapkan bahwa Qatar memediasi negosiasi dengan koordinasi bersama AS untuk membebaskan 10-15 sandera dengan imbalan gencatan senjata selama satu hingga dua hari.
Pertempuran masih berlanjut di Gaza setelah lebih dari sebulan sejak serangan awal dari Hamas pada 7 Oktober.
Israel mengklaim bahwa serangan tersebut menyebabkan kematian sekitar 1.400 orang, sebagian besar di antaranya adalah warga sipil, dan 239 orang lainnya disandera.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan di wilayah Palestina yang dikuasai Hamas mencatat bahwa jumlah korban jiwa telah melampaui 10.569 orang tewas di Gaza akibat kampanye militer balasan dari Israel untuk menghancurkan Hamas.
Qatar terlibat dalam diplomasi yang intens untuk menjamin pembebasan mereka yang ditahan oleh Hamas, merundingkan penyerahan empat sandera - dua warga Israel dan dua warga Amerika - dalam beberapa pekan terakhir.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan pada Selasa (7/11/2023) bahwa dirinya sudah meminta Benjamin Netanyahu untuk menghentikan sementara serangan di Jalur Gaza.
Diberitakan Al Jazeera, permintaan Biden itu disampaikan pada Senin (6/11/2023) dalam percakapan via telepon bersama Netanyahu.
Sebaliknya, Perdana Menteri (PM) Palestina Mohammad Shtayyeh mengatakan Israel mustahil bisa melenyapkan Hamas. Alasannya, kelompok tersebut juga merupakan sebuah gagasan, dan bukan hanya sebuah organisasi militer.
Berbicara pada konferensi bantuan di Paris pada Kamis, Shtayyeh mengatakan Israel tidak mungkin mencapai tujuannya dalam melenyapkan Hamas. Menurutnya, Israel justru mengobarkan perang terhadap seluruh warga Palestina sekaligus melanggar hukum hak asasi manusia internasional dan melakukan kejahatan perang.
“Israel tidak menginginkan gencatan senjata karena saat ini Israel sedang ingin membalas dendam,” kata Shtayyeh, seperti dikutip France24,Jumat (10/11/2023).
“Yang dibutuhkan adalah intervensi internasional untuk memberikan tekanan serius terhadap Israel,” ujarnya.
Terakhir, Shtayyeh mengatakan dia ingin melihat pemilihan umum diselenggarakan untuk rakyat Palestina.
Sementara itu, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan bahwa mereka telah mengamankan benteng utama kelompok Hamas setelah bertempur 10 jam di Gaza utara.
"Pasukan Brigade Nahal merebut 'Pos Luar 17', sebuah benteng militer Hamas di Jabaliya barat di Jalur Gaza utara," kata IDF dalam sebuah pernyataan.
Selama pengambilalihan pos terdepan tersebut, pasukan Israel mengobarkan pertempuran melawan Hamas dan Jihad Islam yang berada di pos terdepan tersebut, baik di atas tanah maupun di jalur bawah tanah.
IDF menyatakan bahwa mereka berhasil menaklukkan pos terdepan setelah pertempuran selama 10 jam, di mana mereka berhasil mengeliminasi pejuang Hamas dan Jihad Islam, menyita sejumlah senjata, dan menemukan terowongan, termasuk satu yang berdekatan dengan area taman kanak-kanak dan mengarah ke rute bawah tanah yang luas.
"Selama pengambilalihan pos terdepan, tentara Nahal menemukan dan mengumpulkan rencana pertempuran dan operasional yang signifikan dari Hamas," tambah IDF.
Hari sebelumnya, IDF mengatakan, "Para insinyur tempur yang beroperasi di Gaza menghancurkan senjata musuh dan mencari, mengungkap, serta meledakkan terowongan. Dengan ekspansi operasi darat di Jalur Gaza, tentara berhasil menggagalkan infrastruktur Hamas."
"Sebagai bagian dari aktivitas pasukan darat di Jalur Gaza, tentara IDF sedang berupaya mengidentifikasi dan menghancurkan terowongan Hamas. Sejak awal pertempuran, sudah ada 130 terowongan yang berhasil dihancurkan," tambah IDF.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]